PADANG, METRO – Banyaknya organisasi yang mendistribusikan daging kurban ke berbagai daerah membuat kerancuan di tengah-tengah umat. Banyak warga yang bertanya kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait statusnya. Ada yang berpendapat, daging kurban harus segera dibagikan di sekitar lokasi kurban.
Karena itulah, MUI mengeluarkan fatwa tentang Pengawetan dan Pendistribusian Daging Kurban Dalam Bentuk Olahan. Hal itu dituangkan dalam Fatwa MUI Nomor 37 Tahun 2019 yang direlis pada Jumat (9/8).
Fatwa ini ditetapkan di Jakarta, 7 Dzulhijjah 1440 H (7 Agustus 2019 M). Ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Dr H Hasanuddin MA dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr HM Asrorun Ni’am Sholeh MA.
Dalam fatwa itu, MUI menyatakan, pada prinsipnya, daging hewan kurban disunnahkan untuk didistribusikan segera (ala al-faur) setelah disembelih. Agar manfaat dan tujuan penyembelihan hewan kurban dapat terealisasi yaitu kebahagian bersama dengan menikmati daging kurban.
“Selanjutnya dibagikan dalam bentuk daging mentah, berbeda dengan aqiqah. Lalu didistribusikan untuk memenuhi hajat orang yang membutuhkan di daerah terdekat,” kata MUI.
Selanjutnya, MUI menyebut, menyimpan sebagian daging kurban yang telah diolah dan diawetkan dalam waktu tertentu untuk pemanfaatan dan pendistribusian kepada yang lebih membutuhkan adalah mubah (boleh) dengan syarat tidak ada kebutuhan mendesak.
“Atas dasar pertimbangan kemaslahatan, daging kurban boleh untuk didistribusikan secara tunda (ala al-tarakhi) untuk lebih memperluas nilai maslahat. Dikelola dengan cara diolah dan diawetkan, seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya. Didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan,” katanya. (r)