JUANDA, METRO – Setelah gagal dalam perhelatan demokrasi serentak pada 17 April 2019 lalu, ternyata tak membuat surut nyali sejumlah tokoh di Sumbar untuk ikut perhelatan akbar demokrasi lagi. Beberapa tokoh malah siap maju menjadi calon kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Data yang diperoleh POSMETRO, di antara para tokoh yang kalah dalam Pileg 2019, dan maju kembali pada Pilkada 2020, antara lain, Shadiq Pasadigoe maju bersama Partai Amanat Nasional (PAN), Fauzi Bahar dari Nasdem, Ketua DPW PKB Sumbar Febby Dt Bangso.
Tak hanya itu, ada juga sejumlah nama juga digadang-gadangkan masuk dalam bursa calon Gubernur Sumbar dan Wakil Gubernur Sumbar. Seperti, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, Jubir BPN Prabowo-Sandi Andre Rosiade hingga Wali Kota Padang dua periode, Mahyeldi.
Berikutnya, ayah kandung dari politisi perempuan muda Athari Gautri yang pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI selama tiga periode yakni 2004-2009, 2009-2014, 2014 hingga 2019, Epyardi Asda.
Tidak ketinggalan, ada nama yang non partai seperti Kapolda Sumbar Fakhrizal dan Donny Monek Sekjen DPD RI. Melihat fenomena itu, Pengamat Politik dan Komunikasi dari Universitas Andalas (Unand), Najmuddin M Rasul menilai kegagalan di caleg bukti mereka tidak diinginkan masyarakat. Walaupun begitu mereka yang gagal dalam Pileg tetap memiliki peluang, namun sangat tipis sekali.
“Jadi, semua yang memenuhi syarat sesuai regulasi boleh maju kandidat kepala daerah termasuk mereka yang gagal Pileg. Cuma, bagaimana strategi mereka pasca gagal perlu menjadi catatan,” ujar Najmuddin, Kamis (1/8).
Persoalan lainnya, kata Najmuddin, apakah mereka akan maju melalui jalur partai atau Perseorangan. Jika dengan partai tentu banyak pertimbangan partai untuk mencalonkan si ‘calegal’ (caleg gagal) ini. Begitu juga perseorangan akan sulit mendapatkan dukungan dalam pengumpulan KTP misalnya.
“Walaupun begitu, dalam politik tidak ada yang tidak mungkin, apapun bisa terjadi,” kata Doktor Komunikasi Politik jebolan Universitas Kebangsaan itu.
Menurut Najmuddin, si calegal perlu melakukan beberapa strategi untuk bisa meyakinkan masyarakat agar kekalahan di Pileg bisa tertutupi. Kemudian perlu melakukan survey untuk mengetahui elektabilitas. Selain itu, perlu juga feasibilitas untuk membuat langkah-langkah politik.
“Seperti merancang pola dan metode komunikasi politik yang akan digunakan, penggunaan media dalam mendobrak elektabilitas, pemilihan pesan politik, data base dan swot analysis,” terang Najmuddin.
Terkahir disampaikan Najmuddin, jika pola dan metode itu bisa atur dengan baik, maka potensi keterpilihan caleg gagal cukup tinggi. Menurut dia, peluangnya seperti itu untuk Pilkada, sebab mereka akan berada dalam kontestasi yang lebih besar dari sebelumnya (Pileg). (mil)