BAPANGKEK atau memiliki jabatan (berjabatan), merupakan suatu idaman dan keinginan semua orang. Sehingga banyak presepsi di tengah masyarakat Minangkabau orang yang bapangkek identik dengan kondisi pribadi yang berkelebihan. Atau dalam istilahnya urang nan didulukan salahkah dan ditinggikan sarantian.
Bisa dipastikan orang berjabatan memiliki semua fasilitas, barang mewah, yang menyebabkan orang bapangkek lebih dari orang kebanyakan atau masyarakat biasa.
Orang bapangkek dilihat dari formalnya, sekarang pastinya dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas serba ada serta berkecukupan. Dari statusnya itu, dia bisa dipastikan memiliki mobil dinas sekelas Fortuner, sedan Camry, Innova dan paling rendah Avanza dengan pelat khusus merah.
Selanjutnya, memiliki rumah pribadi yang bernilai tinggi serta letaknya di kawasan yang eksklusif tentunya. Tidak itu saja yang dimiliki orang bapangkek, mereka juga memiliki fasilitas perjalanan dinas keluar daerah yang berkali-kali, sampai baju yang dipakai pun dibiayai negara.
Begitu indahnya kondisi tampilan urang bapangkek menyebabkan banyak orang yang ingin mendapatkannya. Dimulai dari orang tua yang akan menyengolahkan anaknya, pasti akan menyampaikan motivasi agar anaknya tamat sekolah harus mendapatkan jabatan. Dengan kata-kata rajin-rajin lah waang sekolah nak, bia dak jadi mantari, PNS, camaik, dosen,Bupati, Presiden, dll (rajin-rajin bersekolah nak, agar nanti bisa mendapatkan jabatan menteri, PNS, camat, dosen, Bupati, Presiden).
Dengan motivasi orang tua seperti itu menyebabkan anak-anak sekolah yang pada akhirnya berniat untuk mendapatkan pangkek dan jabatan, tanpa memandang bahwa sekolah itu perbuatan mulia yang akan mendapatkan ilmu dan budi pekerti.
Berbicara urang nan akan bapangkek, pada bulan kemarin tahun 2019 merupakan momentum dan ada sarana untuk mendapatkannya. Yaitu momen pemilihan umum (Pemilu), pemilihan untuk mendapatkan jabatan anggota dewan (DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) yang terhormat. Sehingga, saat ini di pelosok nusantara sudah duduk orang partai atau orang berduid untuk mendapatkan pangkek tersebut. Sebentar lagi akan dilantik.
Dilihat dari kenikmatannya orang bapangkek memang memesona dan menggiurkan. Sehingga untuk mendapatkan pangkek tersebut, segala cara dan upaya akan dilakukan baik halal dan haram secara agama Islam. Ada yang juga mendapatkannya dengan cara membeli atau menyogok (KKN). Asa lai jadi berjabatan dapat PNS semua biaya akan dibayar.
Begitu juga dengan fenomena orang ikut Pemilu, agar bisa dapat caleg nomor urut atas (kecil), biarlah membayar ke pengurus partainya. Begitu sebaliknya pengurus partai pun memiliki ide, kalau ada yang ingin masuk dan mendapatkan caleg nomor urut atas harus bayar dulu, dan lainnya.
Tidak itu saja. Ketika kampanye, agar mendapatkan suara pemilih sogok sana dan sogok sini, sehinga caleg yang gagal karena uangnya habis ada yang masuk rumah sakit jiwa (RSJ). Ada pun yang duduk alias terpilih karena uang habis ratusan juta dan malah miliaran akhirnya uring-uringan sangat lama rasa dilantik untuk mengganti uangnya.
Ada juga yang tidak pernah puas dengan pangkek sekarang, hingga selalu ingin mendapatkan pangkek yang lebih tinggi. Misal kalau sekarang bapangkek/berjabatan kepala dinas, ingin jadi Bupati, ingin jadi anggota legislatif (DPR RI, DPRD). Atau yang sekarang sudah kepala daerah berkeinginan menjadi anggota DPR RI serta ingin bapangkek yang lebih tinggi lagi. Maka mereka akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkannya,
Itu salah satu contoh cara yang dilakukan untuk mempertahankan pangkek sekarang. Pertanyaanya mengapa orang berlomba-lomba mendapatkan pangkek, apakah ini panggilan tanggung jawab selaku orang yang memiliki jiwa pemimpin yang diminta dan diberikan amanah oleh masyarakat, atau ini hanya sebagai sarana untuk mendapatkan prestise atau uang. Jawabannya bisa keduanya.
Fenomena bapangkek atau mendapatkan berjabatan pada momentum Pilkada serentak sekarang mungkin akan lebih fenomenal dalam realisasi dan perjalanannya. Semua orang yang akan mendapatkan pangkek akan megerahkan semua kemampuan dan strateginya untuk mendapatkan.Apapun akan dilakukan mulai dari menyebarkan uang dalam bentuk kegiatan/bantuan, menyebarkan janji-janji manis dan bisa juga dalam bentuk intimidasi serta pemaksaan.
Sekarang semuanya dipulangkan ke tokoh-tokoh masyarakat yang ingin dapat pangkek dan akan diberikan pangkek oleh masyarakat dalam Pilkada nanti. Coba berikanlah pangkek itu kepada orang yang memang betul-betul memperjuangkan masyarakat. Pilihlah orang jujur, orang amanah, orang taat beragama, orang paham dengan norma dan nilai-nilai adat-istiadat, orang yang bisa dipercaya, orang -orang yang menganggap pangkek itu merupakan beban amanah yang akan dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat nanti.
Dorong orang-orang yang layak secara kapasitas, pemikiran, kemampuan memimpin, punya kredibilitas baik, masih muda dan enegik dan soleh untuk didorong, didukung dalam rangka mendapatkan pangkek, agar masyarakat merasakan keadilan dan kemakmuran.
Bagi para politisi atau pengurus partai, jadilah partai yang mampu menghadirkan calon yang bagus dan baik. Calon yang dipertimbangkan kapasitasnya. Serta sosok kader partai yang dihadirkan untuk jadi calon.
Diharapkan sekali jangan dicari calon eksternal. Apalagi tokoh kutu loncat yang berlandaskan banyaknya setoran ke partai atau menyogok untuk mendapatkan pangkek. (Anggota DPRD Padangpariaman 2009-2014)