SAWAHAN, METRO – Pemerintah akan menghidupkan kembali (reaktivasi) jalur kereta ’mati’ di jalur Padang-Pulau Aie. Sejumlah warga yang terdampak pasrah bila harus tergusur demi reaktivasi jalur tersebut.
Hanya saja, mereka meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan lahan relokasi yang dapat dijadikan kawasan pemukiman rumah yang layak.
“Pasrah saja, PJKA (PT KAI) yang punya, ya silakan saja mau digunakan. Saya tidak punya hak apapun atas tanah yang dijadikan tempat tinggal ini. Paling saya dan keluarga cari tempat lain,” ungkap Janiar (66), warga Jalan Dr. Wahidin, Sawahan Timur saat ditemui POSMETRO, Senin (24/6).
Rencananya jalur kereta ’mati’ di Padang itu akan direaktivasi tahun ini. Hingga saat ini Dinas Perhubungan (Dishub) Sumbar, Balai Teknik Perkeretapian Kelas II Wilayah Sumbar, PT. KAI Divre II Sumbar, serta Pemerintah Kota Padang telah melakukan sosialisi kepada masyarakat yang terdampak, Jumat (22/6) lalu.
Janiar mengaku sudah mendengar informasi kalau rel kereta api itu akan direaktivasi mulai tahun 2019. Bahkan, informasi sudah diterima beberapa kali. Dia berharap kepada pemerintah, bila jalur tersebut akan direaktivasi kembali, dapat memberikan solusi untuk mendapatkan pengganti.
“Kalau harapan saya ke pemerintah mendapat ganti rugi yang layak, terus ada tempat lagi untuk ditinggali, kan masih banyak tanah PJKA mudah-mudahan kami bisa pindah ke sana,” harap Janiar.
Pantauan di lapangan, jalur kereta api yang tidak terlihat, kini menjadi perkampungan warga, kedai-kedai kecil, sehingga tidak menunjukkan bekas jalur kereta api Padang-Pulau Aie. Permukiman di Dr. Wahidin (samping kantor PT. PLN Regional Sumbar) merupakan salah satu jalur yang dilewati lintasan kereta api non aktif dari Stasiun Simpang Haru.
Berdasarkan informasi jalur kereta api Padang-Pulau Aie ditutup pada 1977, karena semakin berkembangnya transportasi darat. Jalur tersebut terpaksa ditutup, terlebih dari sisi kondisi sarana dan prasarana yang memang sudah tidak layak untuk jalan.
Warga lainnya, Mai Elda (60), juga mengaku pasrah. Dia berharap pemerintah memberikan ganti untung bagi dirinya agar bisa menyewa rumah kontrakan yang layak untuk ditempati. Pasalnya, selama ini dia telah menyewa lahan milik PT KAI dengan kontrak lahan sebesar Rp2,6 juta pertahun.
“Saya mendukung pemerintah reaktivasi jalur kereta api Padang-Pulau Aie ini. Tapi saya berharap pemerintah memberikan uang ganti rugi setara dengan biaya kontrak setahun. Kalau hanya Rp100 ribu permeternya, jika dikalikan setahun hanya Rp1 juta, apa itu layak?,” kata Mai Elda.
Hal senada dikatakan Alamsyah (60), warga yang tinggal di tanah milik PT KAI sudah menerima pemberitahuan terkait rencana penertiban rumah di atas lahan PT KAI. Apabila memang rumah yang dihuninya ditertibkan, dia akan mentaatinya. Meskipun belum tau akan tinggal dimana jika bangunan rumah dibongkar.
Pria yang akrab disapa Alam ini sudah tinggal di lahan milik PT KAI sejak 34 tahun lalu. Saat ini dia tinggal bersama istri dan empat anaknya. Baginya, asalkan semua warga yang menempati lahan PT. KAI dotertibkan dia tidak akan protes. Jika penertiban hanya sebagian tentu akan diprotes.
“Saya akan ikhlas, ya memang saya pernah dengar ada uang ganti rugi Rp150 ribu permeter. Walaupun nominalnya kecil, tapi tidak apa-apa lah bisa untuk cari kontrakan,” papar Alam.
Selanjutnya, Edison (38), meminta ada solusi dan ganti rugi yang layak dari pemerintah. Secara prinsip dirinya tidak menolak adanya reaktivasi rel kereta api Padang-Pulau Aie ini. Dia tak memungkiri kalau tidak memiliki hak atas tanah yang ditempatinya. Statusnya hanya sebagai penyewa.
“Tapi saya berharap ada solusi dari pemerintah terkait tempat tinggal kami. Kapan pun dilakukan pembongkaran, kami siap,” ujar Edison, pedagang Pasar Tarandam.
Warga Sudah Diminta Pindah
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Padang, Dian Fakhri menjelaskan, pihaknya sudah memberikan imbauan pada masyarakat yang tinggal di sekitar rel kereta api milik PT. KAI (Persero) untuk pindah.
”Waktu saya jadi Kepala Satpol PP semua bangunan liar di fasilital umum saya bongkar, jadi masyarakat yang membangunan rumah di atas fasum mohon kesadarannya. Mohon ini didukung bersama demi kepentingan bersama. Kami akan mencarikan jalan keluar terbaik untuk kepentingan bersama,” kata Dian Fakri, kemarin.
Dia menjelaskan, sesuai dengan kewenangan pihaknya sudah melakukan kewajiban mengenai sosialisasi soal penertiban lahan kepada warga. Selain itu, kata dia, pihak KAI yang akan mengambil alih terkait proses penertiban karena dalam MoU itu sudah diatur.
Menurut Dian, reaktivasi jalur ini dalam mewujudkan Kota Padang pada sektor wisata dengan menyediakan aksesibilitas menuju kawasan pariwisata di wilayah Kota Tua. Selain itu dia menilai, semakin maju sebuah kota maka makin berlapis rel kereta apinya, sehingga tidak mungkin kota Padang tanpa jalur kereta api.
Hal serupa juga diutarakan Manager Pengamanan PT KAI Divre II, AKBP Jefry Indrajaya, pihaknya telah melakukan sosialisasi secara door to door kepada penghuni bangunan, bahwa lahan yang mereka tempati akan diambil alih untuk reaktivasi jalur Padang-Pulau Aie.
Jefry berharap, warga yang terdampak dapat mendukung rencana ini. Setelah pihaknya melakukan sosialisasi, akan ada tahapan-tahapan yaitu SP 1 hingga SP 3. Diharapkan warga sudah melakukan pembongkaran bangunan. Karena terhitung per Januari lalu, tidak ada lagi status sewa menyewa lahan.
”Jika rencana ini berjalan baik, maka tahun 2020 mendatang, jalur ini bisa diresmikan,” ujar Jefry.
Terpisah, Kepala Dishub Sumbar Heri Nofriadi mengatakan, reaktivasi kembali jalur kereta api Padang-Pulau Aie sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kemacetan dan kepadatan lalu lintas di Kota Padang. Saat ini, sebut dia, mobilitas kendaraan di Kota Padang terus mengalami lonjakan.
Data tahun 2016, terdapat 365 ribu lebih kendaraan di Kota Padang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk, dimana 3 orang penduduk Kota Padang punya 1 mobil. Di samping itu, pertumbuhan kendaraan yang tidak beriringan dengan pertambahan jalan karena keterbatasan lahan menyebabkan kemacetan di beberapa titik di Kota Padang.
Dengan adanya reaktivasi jalur tersebut maka diharapkan kemacetan dapat terurai, karena para pengendara bisa beralih menggunakan kereta api. Selain itu, reaktivasi ini juga dalam rangka mendukung sektor kepariwisataan di Kota Padang yakni dengan menyediakan akses transportasi menuju kawasan pariwisata, khususnya di kawasan Kota Tua.
Terpisah, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumbar, Catur Wicaksono mengatakan, reaktivasi jalur tersebut untuk meningkatkan mobilitas transportasi di Kota Padang. Selain itu juga dalam rangka mendukung sektor kepariwisataan.
Dia menyebutkan, ada sekitar 238 KK yang menempati jalur rel kereta api Padang-Pulau Aie. Status penggunaan lahan itu adalah sewa lahan dengan PT KAI. Namun, sejak per Januari 2019 lalu, PT KAI telah memutus kontrak dengan penghuni bangunan dan tidak ada lagi status sewa menyewa lahan. (mil)