SUDIRMAN, METRO – Durasi pelaksanaan Pilkada 2020 sudah di ambang pintu. Dalam perjalanan tiga tahun pemerintahan Irwan Prayitno sejak 12 Februari 2016 silam, sejumlah pakar menilai berdasarkan dengan visinya menjadikan Sumbar Madani dan Sejahtera, janji besar melalui visi tersebut belum sepenuhnya terpenuhi. Hal itu pun menjadi ’utang politik’ yang tersisa jelang pesta demokrasi nanti.
Pengamat Politik dari Universitas Andalas (Unand) Najmuddin M Rasul menilai, tiga tahun masa kepemimpinan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno belum ada pencapaian yang berarti lantaran masih ada beberapa kekurangan. Dia menilai, salah satu kekurangan Irwan Prayitno adalah hobi ’pelesiran’ ke luar negeri.
“Saya tidak melihat prestasi IP yang luar biasa. Kunjungan ke luar negeri banyak. Hasilnya tidak tampak,” kata Najmuddin kepada POSMETRO, Selasa (18/6).
Najmuddin mengkritisi pemerintahan di bawah Irwan Prayitno. Menurut dia, selama tiga tahun berkuasa masih banyak kekurangan di berbagai bidang. Misalnya, di bidang budaya dan sosial politik (sospol) masih jalan ditempat, begitu pula di sektor ekonomi.
“Saya melihat pemerintahan IP pada bidang budaya dan sospol stagnant, ekonomi juga biasa saja,” ujar Doktor Komunikasi Politik jebolan Universitas Kebangsaan itu.
Lebih lanjut, Najmuddin juga memberikan beberapa catatan terhadap kinerja yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Irwan Prayitno, seperti penyelesaian kasus penyalahgunaan narkoba dan LGBT yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan nilai-nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) juga tidak menonjol,” kritik Najmuddin.
Terkait sosok pemimpin yang pantas menduduki kursi Sumbar 1, sambung Najmuddin, harus ada sifat kepamongan, mampu sebagai pengayom atau mengayomi untuk menggerakkan seluruh komponen yang ada. Sehingga, secara simultan program yang disusun akan bergerak bersama maka percepatan pembangunan daerah dapat dicapai.
“Menurut saya seorang gubernur itu harus memiliki visi dan misi pembangunan Sumbar 30 tahun ke depan. Kemudian seorang tokoh yang paham sistem good governance,” ujar Najmuddin.
Najmuddin menambahkan, Sumbar saat ini tidak membutuhkan pemimpin one man one show. Karena karakter calon gubernur seperti ini, kata dia, tidak memiliki kepercayaan pada bawahan dan tidak terlepas dari wakilnya. Visi misi seluruh paslon Gubernur/Wakil Gubernur Sumbar nanti tentu berorientasi kepada percepatan pembangunan.
“Namun percayalah berdasarkan amatan saya masyarakat cenderung melihat visi misi paslon yang paling simple, namun menyentuh langsung terhadap kebutuhan masyarakat, karena masyarakat Sumbar sudah cukup bijak dalam memilih pemimpinnya,” tutup Najmuddin.
Sementara, Pengamat Politik Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra menilai, peta persaingan calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar pada 2020 nanti akan terlepas dari pengaruh koalisi di tingkat nasional.
Saat Pilkada Sumbar 2015 yang digelar setelah Pilpres yang memenangkan Prabowo, terlihat perlombaan memakai ‘Garuda Merah’.
“Tapi, di tingkat lokal ternyata itu tak menentukan. Di Sumbar, orang akan bicara sosok (calon),” kata Eka.
Eka mengatakan, selain popularitas, hal lain yang menentukan adalah modal partai dan keuangan. Artinya, yang punya partai perlu punya popularitas. Yang tidak punya partai, perlu keuangan yang cukup untuk mendapat dukungan partai.
“Partai-partai yang tak memperoleh suara signifikan di DPRD Sumbar, maka akan jadi rebutan para calon dari luar partai,” tukasnya. (mil)