BUKITTINGGI, METRO – Polemik persoalan lahan rencana pembangunan kantor DPRD Bukittinggi terus bergulir, yang belakangan diduga dicaplok Yayasan Stikes Fort de Kock. Bahkan, informasi menyangkut pencaplokan tanah pemko Bukittinggi oleh Stikes Fort de Kock terus berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Untuk itu, Pemko Bukittinggi melalui Bagian Humas menggelar jumpa pers di ruang rapat utama Balaikota, Senin (17/06).
Kabag Humas Setdako Bukittinggi, Yulman menyampaikan, bahwa masyarakat harus mendapat informasi yang jelas dari Pemko Bukittinggi terkait permasalahan tanah ini.
“Untuk itu, kami adakan kegiatan ini, agar pihak media dapat menyebarluaskan informasi ini kepada masyarakat melalui media masing-masing. Sehingga tidak ada informasi yang simpang siur terhadap masalah ini,” jelas Yulman.
Sementara, Kabag Hukum Setdako Bukittinggi, Isra Yonza menjelaskan, pada awalnya, Pemko Bukittinggi telah membeli dua bidang tanah seluas 8292 m² secara legal dengan menggunakan APBD tahun 2007 di lokasi Bukit Batarah Kelurahan Manggis Gantiang, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Tanah itu, memang berada persis berdampingan dengan tanah yayasan Stikes Fort de Kock.
Kemudian, Yayasan Stikes Fort de Kock membangun kampus stikes pada tahun 2011. Pembangunan kampus itu berasal dari tanah dengan total 7943 m² dengan 3 sertifikat HGB.
“Namun dalam pelaksanaannya, pembangunan itu mengambil tanah milik pemko seluas 1708 m² tanpa izin dari pemko. Kemudian, tanah yang seharusnya untuk fasilitas umum sebanyak 1144 m², sehingga total bangunan yang menyalahi izin seluas 2852 m². Jadi ada dua persoalan, pertama, tanah milik pemko dibangun stikes dan tanah untuk fasilitas umum juga dibangun. Intinya juga, pada pertemuan pihak stikes dengan pemko, Yayasan Stikes Fort de Kock telah mengakui pembangunan yang dilakukan berada disebagian tanah milik pemko. Untuk itu, pihaknya mengajukan pertukaran tanah sebagai gantinya,” jelas Isra.
Tukar menukar tanah, lanjut Kabag Hukum, tidak dapat dilakukan, karena syarat utama dapat dipindahkannya barang milik daerah, apabila barang milik daerah itu, tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintah daerah. Namun, lokasi ini akan dibangun gedung DPRD Bukittinggi.
“Untuk itu, pihak pemko menuntut yayasan Stikes, untuk dapat segera mengembalikan tanah itu kepada pemerintah Bukittinggi tanpa ada bangunan milik yayasan Stikes Fort de Kock. SP 1 telah dilayangkan kepada pihak stikes pada 7 Mei 2019, SP 2 akan turun dalam waktu dekat. Satu minggu setelah SP 2, akan dikirim SP 3 dan akan dibongkar oleh pemerintah. Kami berharap, pihak stikes dapat membongkar sendiri bangunan itu, sebelum terbitnya SP 3,” tegasnya. (u)