PESSEL, METRO—Pemberhentian tenaga non Aparatur Sipil Negara (ASN) atas nama Sri Rahmadani, SH, di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan menuai polemik. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Pemberhentian Nomor 800.1.6/3730/DPK/2025 tertanggal 19 November 2025 tersebut dinilai sepihak, tidak prosedural, dan cacat hukum.
Kuasa hukum Sri Rahmadani dari Veritas Law Firm, Arif Yumardi, S.H., menegaskan keputusan pemberhentian kliennya dilakukan tanpa mekanisme yang sah serta bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“Pemberhentian klien kami dilakukan secara sepihak dan tidak sesuai prosedur. Oleh karena itu, kami akan menempuh langkah hukum,” tegas Arif Yumardi kepada awak media di Painan, Senin (29/12).
Sri Rahmadani diketahui telah mengabdi sebagai tenaga honorer sejak tahun 2012. Ia diangkat berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 420/25/Set.1/II/2012 tentang pengangkatan tenaga honorer yang saat itu ditandatangani oleh Kepala Dinas, Drs. Rusma Yul Anwar, M.Pd.
Selain itu, pengangkatan terakhir Sri Rahmadani tercantum dalam Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 100.3.3/17/DPK/17/2025 tentang perubahan kedua surat keputusan tenaga non ASN, yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Selatan, Salim Muhaimin, S.Pd., M.Si, pada 3 Maret 2025.
Arif Yumardi menjelaskan, dalam surat pemberhentian tersebut, alasan yang dicantumkan adalah adanya surat pengunduran diri tertanggal 18 November 2025. Namun, menurut pihaknya, surat tersebut dibuat dalam kondisi tekanan.
“Surat pengunduran diri itu muncul karena klien kami tidak mau mencabut laporan polisi terhadap suaminya. Ini jelas bentuk tekanan dan tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian,” ujar Arif.
Ia menambahkan, surat pemberhentian tersebut juga tidak pernah diterima langsung oleh kliennya, melainkan hanya dikirim melalui aplikasi WhatsApp. Surat tersebut ditandatangani oleh Kasubag Kepegawaian Dian Fitri, S.E.












