ADA kisah di balik musibah. Kisahnya terukir tanpa sengaja. Ketika kerisauan hadir karena kebutuhan air bersih tak terpenuhi, sebuah sumur tua dimanfaatkan warga dua komplek perumahan untuk kebutuhan harian. Sumur tua menjadi pelipur-lara pascabencana.
Nun di sebuah kawasan komplek perumahan, tak jauh dari Lubuk Minturun yang menghadirkan lara, masyarakat antri sepanjang hari untuk mendapatkan air bersih. Murni inisiatif dan swadaya masyarakat. Tak ada jejak tangan pemerintah di sana.
Diperkirakan sudah 3.000-an galon air bersih dikeluarkan sejak Minggu (30/11) siang hingga Rabu (3/12) pagi. Tak ada kewajiban bayar, namun ada saja yang menyumbang untuk beli token, sehingga air yang ditarik menggunakan mesin berenergi listrik, terus bergerak.
Komplek ini dihuni lebih kurang 300 Kepala Keluarga. Ada dua komplek dalam satu kawasan, namun pintu keluar masuknya hanya satu. Komplek tersebut bernama Lubuk Intan dan Pesona II. Keduanya berada di Kelurahan Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumbar.
Perumahan Lubuk Intan tahap I dan Pesona II masuk wilayah RT 04/III. Lubuk Intan tahap II dan III masuk ke RT 05/III. Gerbang kedua perumahan persis di tengah-tengah komplek. Jalur keluar masuk warga Pesona II, melintasi Lubuk Intan tahap I. Pesona II berada dibagian Utara Lubuk Intan tahap I. Lubuk Intan tahap II dan III dibatasi jalan utama dengan Lubuk Intan tahap I. Lubuk Intan tahap II dan III ada di RT 05/III.
Lubuk Intan tahap I dibangun lebih awal. Posisinya sebelah kiri setelah masuk dari gerbang. Dibangun awal 2004. Diakhir tahun tersebut sudah dihuni lima kepala keluarga, tanpa listrik. Aliran listrik baru masuk sepekan menjelang pergantian tahun. Air PDAM sudah mengalir sejak awal.
Selepas lebaran, tahun 2005, warga berinisiatif mendirikan masjid. Keinginan itu muncul karena disaat Ramadan, warga menunaikan salat tarwih disalah satu rumah yang belum ditempati secara penuh oleh pemiliknya.
Walikota Padang (ketika itu) Fauzi Bahar meletakkan batu pertama pembangunan masjid. Disaat itu beliau menantang warga. Katanya, jika diawal Ramadan tahun depan, sudah bisa dilaksanakan salat Tarwih di masjid tersebut, dirinya akan datang secara khusus. Tidak dalam tim Ramadan Pemko Padang.
Tantangan itu dijawab sempurna oleh warga. Persis ketika Isya, Ramadan pertama, tahun 2006, azan berkumandang. Walikota Fauzi Bahar dikabari. Beberapa hari kemudian, beliau memenuhi janjinya. Datang ke Masjid Al-Maghfirah, sekaligus membawa bantuan.
Dipenghujung November, 19 tahun kemudian. Hujan turun tanpa henti, selama dua pekan, tapi masih ada rasa syukur di bawah kecemasan. Syukur karena anak sungai dibagian Timur komplek, tidak meluap. Kondisi tersebut sangat kontras jika dibandingkan masa sebelumnya.
Biasanya, jika hujan sudah turun tanpa henti, dua hari saja, hampir dapat dipastikan aliran anak sungai pasti meluap, masuk ke komplek. Setidaknya hingga betis atau paha orang dewasa.
Menurut pengakuan warga, pernah terjadi beberapa kali banjir, namun dalam catatan, ada dua kali banjir dahsyat. Terjadi tahun 2016 dan 2023. Ketinggian air di dua peristiwa tersebut berbeda.
Ketika 2016, tinggi air di jalan diperkirakan mencapai 150 cm. Semua rumah terendam. Ketinggian air di dalam rumah bervariasi. Setelah banjir surut, tersisa endapan lumpur. Di Masjid Al-Maghfirah, setelah lumpur disekop, dibutuhkan enam unit mobil pemadam kebakaran untuk menyiram dan membersihkan lantai serta dinding. Menjelang gerbang komplek, batu-batu di landasan rel kereta api, atau persis di Stasiun KAI depan Pasar Lubuk Buaya, dipindahkan air ke jalan. Konon tak pernah terjadi sebelumnya.
Ditahun 2023, tepatnya dihari Balimau. Kejadiannya, hujan turun sejak malam, kemudian disusul banjir selepas Subuh. Air masuk ke komplek tidak sedalam kejadian tahun 2016, akan tetapi cukup merepotkan warga. Sebahagian besar rumah sudah dimasuki banjir. Besoknya puasa. Warga membersihkan rumah dari endapan lumpur disaat puasa.
Kisah Sumur Tua
Kamis (27/11-2025) pagi, hujan tak henti jatuh dari langit. Aliran sungai yang “membelah” Lubuk Buaya – Simpang Kalumpang, berlahan terus naik. Air dari hulu bertemu dengan air pasang naik dari laut. Berlahan dan pasti, pertemuan itu mendorong bagian air lainnya ke anak-anak sungai yang ada. Salah satunya, masuk ke anak sungai di Timur komplek Lubuk Intan dan Pesona II.
Anak sungai yang berada di sisi belakang komplek berlahan meluap. Terdengar seruan dari pengeras suara di masjid agar warga waspada, air sudah naik. Posisi luapan air dari anak sungai tersebut, memang pertama kali terlihat naik justru dari masjid, karena posisinya persis bersebelahan.
Air masuk pemukiman sekitar pukul delapan pagi. Warga mulai bergegas dan berbenah. Langkah pertama, biasanya mengeluarkan kendaraan. Diantarkan ke gerbang komplek, sebahagian besar diparkir disepanjang jalan raya depan Pasar Lubuk Buaya, atau persis di depan Stasiun KA Lubuk Buaya.
















