BUKITTINGGI, METRO–Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang, Sumatera Barat, menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik 2025 bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bukittinggi. Kegiatan ini berlangsung di Balai Kota Bukittinggi, Selasa (18/11).
Kepala Stasiun GAW Bukit Kototabang, Sugeng Nugroho, menjelaskan bahwa SLI merupakan langkah strategis dalam mitigasi dan antisipasi perubahan iklim global yang kini berdampak ke berbagai wilayah, termasuk Kota Bukittinggi.
“Bukittinggi sejak dulu dikenal sejuk, namun perubahan iklim dan penurunan kualitas udara secara global mengancam kondisi tersebut menjadi lebih panas,” ujar Sugeng.
Kegiatan SLI diikuti berbagai unsur, mulai dari perwakilan dinas, lembaga pendidikan, perhotelan, komunitas pemerhati iklim, rumah sakit, hingga akademisi se-Kota Bukittinggi.
Sugeng menegaskan bahwa Bukittinggi sebagai kota wisata perlu lebih waspada terhadap perubahan iklim agar tidak berdampak pada turunnya minat kunjungan wisatawan di masa depan.
Berdasarkan data yang dihimpun GAW sejak 1981 hingga 2024, terdapat tren peningkatan signifikan suhu udara minimum selama 44 tahun terakhir. Kondisi ini, katanya, dapat memengaruhi berbagai sektor dalam jangka panjang, termasuk pembangunan, kesehatan, dan ekonomi.
“Jumlah hari panas terus bertambah. Selain berdampak pada sektor pariwisata, konsumsi listrik—khususnya penggunaan AC—juga akan meningkat. Belum lagi potensi asap dari kebakaran hutan dan lahan yang bisa memengaruhi kualitas udara,” jelasnya.
Sugeng berharap pemerintah daerah memiliki perangkat pemantau udara sendiri. BMKG melalui GAW siap membantu proses tersebut agar upaya mitigasi dapat dilakukan secara optimal.
SLI diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran publik dan memperkuat pemahaman terkait perubahan iklim melalui kolaborasi lintas sektor.
Dari pihak Pemerintah Kota Bukittinggi, Staf Ahli Pemerintahan Emil Achir menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan SLI yang dinilai penting dalam meningkatkan kapasitas aparatur dan masyarakat dalam memahami dinamika iklim.
“SLI perlu disampaikan kepada masyarakat dan pelajar. Dengan banyaknya pembangunan saat ini, kualitas air sungai dan ruang terbuka hijau turut memengaruhi iklim daerah,” ujar Emil.
Ia menegaskan bahwa perubahan iklim bukan lagi ancaman masa depan, tetapi tantangan nyata yang harus dihadapi melalui mitigasi.
“Peserta SLI harus menjadi agen perubahan dan menyebarluaskan ilmu yang diperoleh. Pemkot sangat mengapresiasi kerja sama BMKG dan semua pihak yang terlibat,” tutupnya. (pry)
