JAKARTA, METRO–Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Republik Indonesia, Erick Thohir, kembali menegaskan sikap tegasnya terhadap persoalan dualisme kepengurusan di sejumlah federasi cabang olahraga nasional. Ia menuntut agar Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) segera menuntaskan persoalan terÂsebut sebelum pergantian tahun 2025.
Saat ini, setidaknya ada empat cabang olahraga (cabor) yang menghadapi duaÂlisme kepengurusan, yakni tenis meja, anggar, tinju, dan sepak takraw. Bahkan, untuk tenis meja, tercatat ada tiga kubu kepengurusan yang saling klaim. Kondisi ini membuat para atlet menjadi korban, karena tak bisa tampil membela Indonesia di ajang-ajang internasional akibat tidak adanya kejelasan organisasi resmi yang diakui dunia.
“Masalah dualisme ini harus segera diselesaikan. Setelah itu baru kita bisa konsolidasi Desain Besar Olahraga Nasional. Selanjutnya, kita bisa bicara meÂngenai arah PON, SEA Games, Asian Games, hingga Olimpiade,” tegas Erick Thohir dalam keterangan resminya, Selasa (4/11).
Erick Thohir menegaskan, pemerintah memberikan batas waktu maksimal tiga bulan bagi KOI dan KONI untuk menyelesaikan konflik internal tersebut. Surat resmi telah dikirimkan Menpora kepada Ketua Umum KOI dan KONI sejak 1 Oktober 2025. Itu berarti, tenggat waktu penyelesaian akan berakhir pada akhir Desember 2025.
“KOI dan KONI harus mengambil peran strategis untuk berembuk dan menyelesaikan sengketa kepengurusan empat cabor tersebut melalui musyawarah dan mufakat, sesuai Undang-Undang Keolahragaan,” ujar Erick.
Jika sampai batas waktu itu masalah tak kunjung tuntas, Kemenpora akan turun tangan langsung.
“Tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk menyelesaikan sengketa ini. Jika sampai akhir tahun tidak juga beres, maka Kemenpora akan mengambil alih dan membuat keputusan untuk menyelamatkan para atlet serta prestasi olahraga Indonesia,” tegasnya.
Dualisme kepengurusan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dinilai telah merugikan banyak pihak, terutama para atlet yang kehilangan kesempatan tampil di kancah internasional. Erick menilai, persoalan ini tidak hanya soal perebutan jabatan, tetapi juga menyangkut masa deÂpan olahraga Indonesia.
















