JAKARTA, METRO–Aturan wajib halal berlaku efektif mulai Oktober tahun depan. Semua produk yang dijual, khususnya makanan, minuman, dan kosmetik wajib berlabel halal. Namun bukan berarti produk non halal dilarang untuk diperjualbelikan di Indonesia.
Aturan wajib halal sejatinya sudah harus diterapkan tahun 2024 lalu. Tetapi pemerintah mengeluarkan kebijakan penundaan selama dua tahun. Karena masih banyak pelaku usaha yang belum mendapatkan sertifikat halal. Khususnya di sektor UMKM seperti pedagang makanan kaki lima, warteg, dan sejenisnya.
Direktur Jaminan Produk Halal (JPH) Kementerian Agama (Kemenag) M. Fuad Nasar mengatakan sesuai undang-undang, produk makanan, minuman, kosmetik, bahkan barang gunaan harus bersertifikat halal. Fuad mengingatkan bahwa perhatian terhadap jaminan produk halal di Indonesia telah berlangsung lama.
Dia menerangkan sejak 1976 silam, Kementerian Kesehatan telah mengatur penandaan makanan yang mengandung bahan dari babi. Upaya ini berlanjut hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang menjadikan Indonesia sebagai pelopor negara dengan kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di pasaran.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 juga mewajibkan pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan haram untuk mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.
Dengan demikian pemerintah tidak melarang penjualan produk non halal. Hanya saja harus diberi label tidak halal. Termasuk mencantumkan informasi kandungan yang membuat tidak halal. Seperti karena mengandung babi, alkohol, atau sejenis. Aturan ini dibuat untuk melindungi masyarakat.
“Halal bukan hanya identitas keagamaan, tetapi jaminan mutu yang diakui secara internasional. Ini momentum bagi pelaku usaha lokal untuk memperkuat daya saing produk dan memperluas pasar,” jelas Fuad di Kendari (16/10).
