PADANG, METRO – Menindaklanjuti laporan dari masyarakat, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar meringkus kolektor barang antik yang terlibat dalam sindikat jual beli satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Berupa kulit harimau, offset harimau (harimau yang diawetkan) di Kota Bukittinggi
Dalam pengungkapan kasus itu, Tim Subdit IV Ditreskrimsus Polda Sumbar bekerja sama dengan BKSDA dan Balai Gakkum Kementrian Lingkungan Hidup Wilayah Sumatera menangkap satu orang tersangka, SI (51), yang merupakan pemilik toko barang antik Toko B Art Shop, Jalan A Yani, Bukittinggi.
Saat penggerebekan, petugas menemukan barang bukti berupa selembar kulit harimau Sumatera yang masih basah, sebongkah tulang belulang harimau yang rencananya akan dijual kepada pembeli seharga Rp32 juta. Selain itu, petugas juga menyita sebongkah tengkorak tapir yang dipajang di dalam toko yang juga dijual.
Dari hasil interogasi, didapatkan informasi ada tersangka lain berinsial A yang pernah meminta bantuan untuk menjualkan offset harimau. Petugas kemudian melakukan pengembangan ke rumah tersangka A di Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Mandiangin Koto Selayan (MKS), Bukittinggi.
Di rumah, petugas menemukan barang bukti berupa offset harimau dan sebuah pipa rokok yang terbuat dari gading gajah. Namun, saat petugas mendatangi rumah tersebut, tersangka berinisial A tidak ditemukan dan diduga sudah melarikan diri. Saat ini tersangka masih terus diburu oleh petugas.
Kabid Humas Polda Sumbar Kombes Syamsi, didampingi Kasubdit IV Reskrimsus, AKBP Rokhmad Hari Purnomo mengatakan, penangkapan tersebut berkat adanya informasi dari masyarakat, kalau tersangka S yang merupakan pemilik toko barang antik akan melakukan transaksi jual beli kulit harimau yang masih basah dan tulang benulang harimau.
“Tersangka SI merupakan kolektor barang antik berperan sebagai penjual. Yang berperan sebagai pemasok kulit harimau, offset harimau, kepala tapir, pipa rokok yang terbuat dari gading gajah serta puluhan alat bukti lainnya untuk diperjualbelikan di toko tersebut merupakan tersangka A yang saat ini masih menjadi buronan,” kata Rokhmad.
Rokhmad menjelaskan, penggeledahan dilakukan di dua lokasi, yaitu toko tersangka SI dan rukah tersangka A yang buron. Dari pengungkapan kasus ini, pihaknya menyita satu lembar kulit harimau, 14 tulang punggung harimau, dua tulang tengkorak harimau, dua tulang pinggul harimau, 10 tulang bagian kaki harimau, dua tulang bahu harimau, tumpukan tulang rusuk harimau, satu tengkorak tapir dan satu offset harimau.
“Kulit harimau ditemukan masih dalam kondisi basah. Diprediksi harimau Sumatera tersebut baru dikuliti dalam satu bulan terakhir. Begitu juga dengan tulang belulang harimau yang masih ada tempelan daging yang masih basah. Rencananya S akan menjual kulit dan tulang harimau ini seharga Rp32 juta,” ungkap Rokhmad.
Rokhmad menjelaskan pihaknya juga masih mengembangkan kasus tersebut untuk mendapatkan pihak yang memburu harimau tersebut. Hingga saat ini belum diketahui dari mana harimau Sumatera tersebut ditangkap. Dan perdagangan ini pun memang dilakukan secara sembunyi-sembunyi sehingga pihaknya harus mengumpulkan informasi lebih banyak.
“Semua barang bukti yang ditemukan, berasal dari hewan yang sudah jelas dilindungi. Makanya, kita akan terus melakukan pengembangan kasus untuk menangkap siapapun yang terlibat dalam sindikat perburuan hewan yang dilindungi tersebut. Apalagi, hewan-hewan itu dinyatakan terancam punah,” tegas Rokhmad.
Rokhmad menjelaskan, tersangka akan dijerat UU No 5 th 1990 ttg Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, pasal 40 ayat (2) yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta”.
“Unsur pasal 21 ayat (2), huruf d dijelaskan setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Setiap orang dilarang untuk menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA, Rusdiyan Ritongga mengatakan kejahatan satwa liar merupakan kejahatan ketiga yang sangat tinggi peredarannya di Indonesia. Bahkan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan stetment bahwasanya peredaran uang yang terlibat sarwa liar mencapai Rp19 triliun.
“Jadi kejahatan ketiga setelah Narkoba dan Human Trafficking. Sekarang Kementerian Kehutanan akan berjuang sekuat tenaga untuk memperjuangkan agar tumbuhan dan satwa liar yang statusnya saat ini sudah dilindungi masih bisa dipertahankan dengan memberikan efek jera yang sebesar besarnya kepada pelaku perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal,” kata Rusdiyan.
Rusdiyan menjelaskan di Sumbar dalam 2 tahun terakhir untuk perdagangan harimau ini merupakan yang kedua. Sebelumnya di tahun 2017 kita juga pernah melakukan penangkapan bersama dibalai penegakkan hukum wilayah sumatera Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Saat itu disita kulit harimau.
“Perdagangan seperti ini merupakan lintas provinsi dan lintas negara. Saat ini sudah sangat memprihatinkan di mana seperti kita ketahui bahwa harimau ini statusnya sudah sangat dilindungi. Lembaga konservasi internasional sudah menetapkan harimau itu dalam status critical endemger sangat kritis 1994 dan saat ini jumlahnya hanya sekitar 600 di seluruh wilayah Sumatera,” ujarnya.
Rusdiyan menuturkan Harimau Sumatera adalah harimau terakhir yang dimiliki Indonesia setelah sebelumnya ada Harimau Bali, yang dinyatakan punah pada 1940 dan Harimau Jawa yang dinyatakan punah pada 1980. Kemudian selanjutnya Harimau ini saat ini menjadi perhatian penting tidak hanya di Indonesia tapi seluruh dunia.
“Keberadaan harimau di alam sangat penting karena harimau adalah satwa yang berada di puncak predator rantai makanan, sehingga apabila harimau ini punah itu bahaya ekologis sangat besar bagi negara kita karena tidak ada lagi kontrol terhadap rantai makanan. Harimau adalah predator yang memakan babi monyet, yang notabene merupakan hama yang sangat mengganggu para petani. Bisa kita bayangkan ketika harimau punah maka ancaman hama bagi pertanian itu pasti akan betul betul menjadi wabah,” pungkasnya. (rgr)