PADANG, METRO – Ikan Cupang yang merupakan salah satu jenis ikan hias, cukup sering diperdagangkan, baik dalam jumlah besar maupun kecil, seperti halnya pedagang kaki lima. Hal ini turut dipantau oleh Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Padang, Sumbar.
Menurut Kepala BKIPM Padang, Rudi Barmara, secara aturan tidak ada yang melarang perdagangan ikan Cupang yang merupakan hias, baik secara lokal maupun internasional. Tapi, ada hal yang perlu dipahami oleh pedagang ikan hias, bahwa setiap ikan hias yang diperdagangkan itu, perlu ada izin dari BKIPM.
“Pada 2018 lalu, kita pernah mengamankan 11 ekor ikan Cupang yang akan dikirim dari Padang menuju Malang. Beruntung, petugas BKIPM di bandar udara berhasil mendeteksi melalui x-ray,” kata Rudi, kemarin.
Rudi menjelaskan, ikan itu diamankan karena mobilisasinya terbilang ilegal, karena ikan Cupang itu masuk dalam daftar pengiriman sebagai ikan yang dimakan.
“Makanya, petugas mengamankan ikan Cupang itu. Sebenarnya, boleh diperdagangkan, tapi harus dapat sertifikat dari BKIPM dulu dan memastikan untuk ikan hias, bukan untuk dikonsumsi,” ujar Rudi.
Menurut Rudi, selama ini yang sering melapor atau meminta sertifikat dari BKIPM itu adalah perdagangan kepiting, lobster, ikan makanan, dan beberapa produk perikanan lainnya. Hal itu memang telah menjadi prosedur setiap pihak yang menginginkan membawa atau mengirimkan barang berupa perikanan ke luar daerah ke provinsi yang berbeda.
Proses untuk mendapatkan sertifikat dari BKIPM, sebut Rudi, tidak terlalu sulit yakni, membawa barang yang hendak dikirim ke petugas yang ada di BKIPM. Kemudian, petugas akan memastikan apakah barang perikanan yang dibawa itu, aman dan tidak melanggar aturan perdagangan perikanan.
Setelah dipastikan aman, sambung Rudi, selanjutnya petugas akan memberikan semacam stiker atau disebut dengan sertifikat, sebagai bentuk, bahwa barang perikanan yang dibawa oleh seseorang tersebut, aman dan tidak melanggar aturan dari perdagangan perikanan di Indonesia.
“Pengurusannya tidak lama, cuma sebentar. Jadi jangan berpikir akan menghabiskan waktu yang lama, dan bisa dipersulit, tidak begitu,” ucap Rudi.
Rudi juga menyebutkan, sejauh ini perdagangan ikan Cupang di wilayah Sumbar, baik yang masuk maupun yang ke luar dari daerah Sumbar, tidak terlalu banyak. Karena ikan Cupang juga banyak hidup di wilayah sungai di Sumbar.
Sedangkan terkait perdagangan ikan Cupang di jalanan yang digantung dengan plastik, Rudi menyatakan juga tidak ada aturan yang melarangnya. Sebab, ikan Cupang yang merupakan ikan hias, dinilai setiap orang yang memilikinya akan menjaga dan merawat ikan Cupang tersebut. Artinya, keberlangsungan ikan Cupang tetap terjaga.
“Hal yang tidak boleh itu ikan Cupang dibeli malah untuk dimakan. Ini yang tidak boleh. Intinya, jaga dan rawatlah ikan hias yang ada,” sebut Rudi.
Sementara itu, salah seorang pedagang ikan Cupang di Padang, Hari, mengatakan, harga ikan Cupang dijual bervariasi, tergantung warna dan ukurannya. Mulai dari Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per ekor. Ikan Cupang yang didapatkannya itu, dibeli pula dari pihak yang melakukan budi daya ikan Cupang.
“Sampai saat ini, saya melakukan usaha jual ikan hias ini masih baik-baik saja. Terkait ada kemungkinan melanggar aturan, saya sempat mencari informasi, termasuk itu ke BKIPM sendiri,” jelas Hari. (mil)













