JAKARTA, METRO–Sejak 24 Februari-24 April 2025, Korpolairud Baharkam Polri menyelenggarakan operasi Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan atau KRYD. Selama 60 hari operasi tersebut, mereka menetapkan 101 tersangka tindak pidana destructive fishing. Ratusan tersangka itu diamankan melalui 72 kasus dengan akumulasi kerugian negara mencapai Rp 49 miliar.
Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Pol Idil Tabransyah menyampaikan bahwa penindakan tersebut tidak semata-mata dilakukan atas nama penegakan hukum. Melainkan juga untuk menjaga keberlangsungan ekosistem laut serta mencegah kerugian negara dari hasil laut yang dieksploitasi secara ilegal oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
“Operasi ini melibatkan 6 Ditpolairud Polda prioritas. Jatim, NTB, NTT, Sulsel, Sulteng, dan Sultra serta 29 Ditpolairud Polda imbangan, dengan lebih dari 45 kapal yang tergelar di wilayah-wilayah rawan,” terang dia.
Beberapa jenis pelanggaran yang ditindak oleh Baharkam Polri mencakup penggunaan bom ikan, alat tangkap terlarang, bahan kimia, dan alat setrum listrik. Sementara barang bukti yang berhasil diamankan diantaranya adalah ratusan detonator, pupuk amonium nitrat, kapal nelayan, alat selam, hingga ribuan kilogram ikan hasil tangkapan ilegal.
“Destructive fishing adalah ancaman nyata bagi masa depan laut kita. Melalui pendekatan preemtif, preventif, dan represif, kami ingin membangun efek jera agar praktik ini tidak terulang kembali,” bebernya.
Kini ratusan tersangka itu sudah dijerat menggunakan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 84 juncto Pasal 85 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Mereka terancam dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara atau seumur hidup serta denda hingga Rp 10 miliar.
“Korpolairud akan terus bersinergi dengan seluruh jajaran di tingkat Mabes dan daerah demi menjaga laut kita dari kerusakan,” tegas dia. (jpg)
