SIJUNJUNG, METRO – Komunitas Rumah Nusantara 74 melakukan pemutaran film dokumenter yang berjudul Lupo-Lupo Ingek, Sabtu (30/3). Kegiatan ini dilakukan untuk mengingat kembali sejarah serta untuk memberikan pengetahuan peristiwa di masa lalu tentang perjalanan Islamisasi di Minangkabau daerah Darek kepada generasi muda di Nagari Tanjung Bonai Aur, Kecamatan Sumpur Kudus.
Selain mengandung ilmu pengetahun tentang perjalanan serta tatanan kehidupan masa lampau di Ranah Minang, kisah dalam cerita film tersebut juga menggambarkan bagaimana proses perjalanan penyebaran agama Islam oleh seorang tokoh. Khususnya di Kabupaten Sijunjung yang kemudian berkembang kedaerah lainnya.
Masyarakat setempat pun antusias untuk menyaksikan pemutaran film tersebut. Setidaknya ratusan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan usia hadir pada kegiatan itu yang digelar di monumen hari jadi Kabupaten Sijunjung tepatnya di Nagari Tanjung Bonai Aur.
Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Bupati, Arrival Boy dan dihadiri oleh Kepala Dinas Kominfo, Rizal Efendi, wali nagari, ninik mamak dan tokoh masyarakat setempat. Film dokumenter dengan durasi selama 18 menit yang berjudul Lupo-Lupo Ingek tersebut diapresiasi oleh tokoh masyarakat setempat
Salah seorang tim sutradara film Lupo-Lupo Ingek, Wiranti Gusman menceritakan proses Islamisasi di Minangkabau Darek yang dibawa oleh Syekh Ibrahim hingga ke Tanjung Bonai Aur. Pada masa itu penduduk setempat menyebut beliau sebagai Inyiak Tanah Bato.
“Peradaban Islam yang dibawa oleh Syekh Ibrahim itu merupakan cikal-bakal berkembangnya Islam di Luhak Nan Tuo. Sehingga negeri Sumpur Kudus, tersebut diberi julukan Makkah Darek di kemudian hari,” kata Wiranti Gusman kepada wartawan, Sabtu malam (30/3).
“Masyarakat saat ini sudah banyak yang tidak tahu proses Islamisasi ini, terlebih generasi muda. Dan Rumah Nusantara 74 melalui film dokumenter kembali mengingatkannya. Itulah sebabnya diberi judul Lupo-Lupo Ingek (Lupa-Lupa Ingat),” ujarnya.
Ritaf Printio Saputra, penulis skrip film tersebut, mengatakan proses penggalian data melalui wawancara dengan tokoh masyarakat sejak 2017. Lalu dituangkan ke dalam naskah.
“Kisah Inyiak Tanah Bato itu manuruik warih nan dijawek khalifah nan ditarimo oleh kami di Tanjung Bonei Aur. Dan apa yang dihadirkan dalam film Lupo-Lupo Ingek sudah sesuai,” kata Datuak Sumu Rajo selaku tokoh masyarakat.
Dalam film Lupo-Lupo Ingek itu, salah seorang tokoh masyarakat, mengatakan peninggalan Inyiak Tanah Bato di Tanjung Bonei Aur adalah masjid Tauhid Pincuran Tujuah, dan masih bisa dilihat sekarang.
“Secara filosofis pincuran tujuah untuk membersihkan anggota nan tujuah, barasiah di lua barasiah di dalam. Inyiak Tanah Bato membawa mazhab Imam Sa’fii,” terangnya.
Wabup Arrival Boy, sangat mengapresiasi pemutaran film dokumenter ini.
“Apa yang dilakukan oleh adik-adik Rumah Nusantara 74, kita terbantu. Ini seharusnya kerja pemerintah daerah. Tapi mereka sudah memulai aktivitas ini. Mereka sudah jalan. Sudah jadi pelopor Tinggal pemerintah melihat ini sebagai potensi dan peluang yang harus dikembangkan,” katanya.
Ia menambahkan, Pemkab Sijunjung punya Kominfo, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Seharusnya data ini dijemput oleh mereka.
“Usaha adik-adik ini Rumah Nusantara 74 agar bisa ditindak lanjuti. Kami akan diskusi bersama. Harapan bisa terjawab. Mereka mencari informasi tidak gampang,” pungkasnya.
Penggarapan film dokumenter tersebut dilakukan sejak 2017 dan timnya sebagian besar adalah pelajar di Komunitas Rumah Nusantara 74, Nagari Tanjung Bonei Aur.
“Film Lupo-Lupo Ingek ini adalah bagian kelas pengarsipan di Rumah Nusantara 74. Pendanaannya kami memakai dana pribadi,” tutur Iqbal Musa, pendiri komunitas Rumah Nusantara 74. (ndo)














