A YANI, METRO – Puluhan warga yang bermukim di Kelurahan Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat melakukan aksi penolakan terhadap pembangunan Hotel Santika Premiere, Kamis siang (28/3). Hotel tersebut rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 8 ribu meter persegi lebih, di Jalan Ahmad Yani.
Timbulnya aksi penolakan itu dilatarbelakangi karena terbitnya izin prinsip pembangunan hotel yang diterbitkan oleh Pemko Padang. Padahal, selama ini masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan dalam membahas penerbitan izin prinsip atau amdal dari pembangunan hotel tersebut.
Bahkan, dalam berbagai pertemuan, yang diundang bukan warga Kelurahan Padang Pasir, melainkan warga Kelurahan Kampung Jao. Sementara, lokasi pembangunan hotel itu berada di wilayah Kelurahan Padang Pasir. Bahkan, sejak rencana pembangunan itu muncul, pemilik hotel juga tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Ketua LPM Kelurahan Padang Pasir, Kecamatan Padang Barat, Arisman Nur mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan sikap pemerintah maupun pemilik hotel yang tidak terlebih dahulu mengajak masyarakat bermusyawarah maupun pertemuan guna membahas rencana pembangunan hotel.
”Makanya timbul protes dari masyarakat, karena selama ini tidak dilibatkan warga, tokoh masyarakat, RW dan RT. Harusnya, dalam proses pengajuan izin prinsip, masyarakat setempat yang terdampak dari pembangunan itu, harus ada musyawarah dan persetujuan dari masyarakat. Makanya jadi pertanyaan bagi kami, mengapa bisa terbit begitu saja izin prinsip,” kata Arisman Nur.
Arisman Nur menjelaskan, pihaknya juga mendapatkam informasi, kalau selama ini yang diundang dalam pertemuan di Kantor Camat, membahas perencanaan pembangunan hotel, malahan bukan warga Padang Pasir. Tentunya, hal itu menimbulkan polemik di masyarakat, sekaligus tanda tanya.
”Ini yang menjadi pertanyaan bagi kami. Bahkan sudah mendatangi lurah, tapi tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari pihak kelurahan. Kemarin kami mendadak dikasih undangan tapi hanya 4 orang yang diundang ke Dinas Lingkungan Hidup terkait amdal pembangunan hotel,” ujar Arisman.
Arisman menjelaskan, setelah mendapatkan undangan, semua masyarakat Kelurahan Padang Pasir melakukan pertemuan untuk membahas sikap atas persoalan ini. Dalam pertemuan, disepakati masyarakat tidak akan menghadiri undangan tersebut, karena sudah melukai hati masyarakat.
”Mengapa kami hanya dibawa ke dalam momen ketika semua perizinan sudah selesai. Sementara dalam proses itu tidak dilibatkan. Rencana pembangunan hotel tidak melakukan kajian terhadap dampak pembanguan. Apalagi, hotel ini berdiri di tengah masyarakat, yang tentunya berdampak dalam aspek sosial budaya, termasuk kehidupan bermasyarakat,” ungkap Arisman.
Arisman menegaskan, aksi penolakan dan aksi protes ini sebagai kurang responsifnya dan kurang terbukanya Pemko Padang termsuk pemilik hotel. Sehingga, secara spontanitas, masyarakat menyampaikan aspirasinya dengan memasang spanduk penolakan pembangunan hotel.
”Kita ingin, Pemko Padang, pengelola, pemilik, maupun kontraktor, duduk bersama. Kita tidak menghalangi atau menghambat pembangunan hotel. Kita hanya ingin, pembangunan hotel tersebut haris mengikuti prosedur dan peraturan perundang-udangan yang belaku,” ujar Arisman.
Arisman mengakui, pihaknya sangat menyayangkan Pemko Padang yang telah mengeluarkan izin prinsip pembangunan hotel, padahal masyarakat tidak tahu sama sekali dengan hal itu. Pihaknya hanya meminta, agar persoalan ini dimusyawarahkan bersama tanpa saling menyalahkan.
”Spanduk yang dipasang itu sebagai bentuk aspirasi dari masyarakat. Kalau pemko yang menurunkan tentu kami akan protes keras. Spanduk itu bukan menghalangi atau menjelekkan. Spanduk itu akan terus berada disana, sampai persoalan ini mendapatkan solusi yang terbaik,” ungkap Arisman.
Sementara itu, tokoh masyarakat, Nuzwir mengatakan, aksi yang dilakukan ini bukan bermaksud untuk menghalang-halangi pemilik hotel untuk membangun. Namun, aksi ini sebagai bentuk sikap masyarakat yang merasa telah diabaikan dalam proses penerbitan izin prinsip pembangunan hotel.
”Pemilik dan Pemko tidak boleh mengabaikan masyarakat. Karena pembangunan hotel akan ada pengaruh baik dan pengaruh buruk. Dengan duduk bersama bisa ditemukan solusi dari persoalan. Kalau dampak buruknya, bisa saja rumah warga sekitar rusak, retak-retak, amblas, akibat pembangunan. Harusnya itu dibahas bersama warga,” tegas Nuzwir. (rgr)