JAKARTA, METRO – Sebagai lembaga representasi daerah yang memperjuangkan hak-hak daerah di tingkat pusat, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus melaksanakan fungsi berdasarkan kepentingan daerah. Bukan sektoral sebatas mengangkat isu-isu tertentu. Hal tersebut diungkapkan, Wakil Ketua DPD RI Akhmad Muqowam, dalam Dialog Kenegaraan bertema “Strategi Memperjuangkan Kepentingan Daerah” di Media Center, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan – Jakarta, Rabu (20/3).
“Ke depan soal DPD itu harus jelas. Kita (Pimpinan DPD) sepakat, di mana 17 April nanti kita harus berakhir dengan baik. Selain itu, kapasitas anggota juga perlu peningkatan,” kata Muqowam.
Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu, saat ini DPD masih menangani berbagai masalah sektoral yang seharusnya merupakan bidang yang dinaungi oleh DPR RI. Maka dari itu, anggota DPD harus mampu bekerja di ruang daerah, karena anggota DPD merupakan wakil daerah.
“Kita tahu ruang DPD RI adalah ruang pusat dan daerah. DPD bloknya daerah, DPR itu sektoral, seperti soal luar negeri, pertahanan keamanan, kepolisian, politik dalam negeri, atau pertanian. DPR berdasarkan pada sektoralitas,” kata Senator asal Jawa Tengah itu.
Muqowam yang kini maju sebagai caleg DPR RI itu juga berharap ke depan DPD harus sesuai dengan pandangan dalam UUD. Namun perkara itu kata Muqowam tidak mudah, karena teman-teman di DPR RI tidak semua ‘welcome’ dengan DPD RI.
“Tetapi pondasi ini yang harus kita jaga ke depan, bahwa semua harus sesuai dengan amanat konstitusi atau UUD,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menjelaskan bahwa berbicara penguatan memang dikembalikan pada UUD 1945. Karena di dalam UUD 1945 mendudukan lembaga negara pada posisi tugasnya masing-masing.
“Saya melihat dari luar, pada prinsipnya pembangunan daerah itu tergantung pada eksekutif. Karena yang menjalankan fungsi anggaran dan UU itu eksekutif. Jadi sebenarnya tugas DPR RI juga sedikit. Jika DPD RI merasakan tugasnya kecil, ya DPR RI juga,” papar Herman.
Herman menilai hal tersebut dikarenakan imbas dari sistem presidensial. Karena presiden yang mengendalikan, bukan parlemen. “Jadi realitasnya seperti itu. Tapi bila mengerucut pada UUD tugasnya memang jelas,” ujarnya.
Peneliti LIPI Siti Zuhro menyarankan DPD senantiasa mencari momentum agar bisa ditengok kembali. Maka saat ini muncul pertanyaan mendasar, apakah DPD RI itu diperlukan atau tidak? “Yang jelas DPD lahir dari empat kali amandemen UUD. Namun saat ini tidak memiliki fungsi legislasi. DPD dikunci sebagai perwakilan daerah namun dilematis,” ungkapnya.
Menurut Siti, saat ini sistem tidak jelas baik dua kamar, atau tiga kamar ‘MPR, DPR, dan DPD’. Tetapi, maju atau mundur suatu daerah tidak bergantung pada eksekutif.
“Legislatif bisa melakukan pengawasan konstruktif kebijakan untung atau ruginya rakyat yang di mana perannya dilakukan DPD RI,” jelasnya.
Siti Zuhro menambahkan sebenarnya DPR dan DPD mempunyai tugasnya masing-masing. Sehingga peran eksekutif dan legislatif bisa menciptakan sinergitas yang bermanfaat bagi rakyat.
“Jadi DPR dan DPD mempunyai kavling-kavling sendiri. Begitu juga, eksekutif. Maka kedua lembaga ini mampu menciptakan sinergitas,” pungkasnya.(fas/jpg)