SIJUNJUNG, METRO – Akibat luasnya lahan pertanian yang produktif rusak akibat aktivitas penambangan dan galian, menjadi tantangan baru bagi pemerintah dan masyarakat dalam mencapai target untuk memenuhi kebutuhan dan ketahanan pangan. Meskipun hal tersebut dinilai akan berdampak dalam jangka beberapa tahun kedepan.
Namun solusi untuk pengolahaan dan pemberdayaan lahan yang rusak tersebut secara perlahan mulai diberikan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Sijunjung kepada masyarakat. Ketergantungan ekonomi masyarakat di Kabupaten Sijunjung tidak bisa dipungkiri dari sektor pertanian yang merupakan dasar penggerak ekonomi.
Bahkan lebih dari 70 persen masyarakat Sijunjung bergantung pada sektor pertanian. Sehingga menjadikan pertanian sebagai sektor terbesar dalam mendorong perekonomian masyarakat di Ranah Lansek Manih.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sijunjung, Ronaldi menjelaskan, hampir ribuan hektare lahan pertanian produktif yang rusak akibat aktivitas tambang dan galian. Sehingga nantinya akan berdampak buruk bagi ketahanan pangan, meskipun hal itu diperkirakan akan terjadi dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan.
“Kalau untuk saat ini kita masih bagus, bahkan masih melebihi. Namun setiap tahunnya jumlah penduduk bertambah begitu juga dengan jumlah kebutuhan yang semakin meningkat, sedangkan lahan pertanian kita semakin berkurang,” tuturnya.
Meskipun demikian, lanjut Ronaldi, menyesali apa yang telah terjadi tanpa melakukan apa-apa, bukanlah sebuah langkah tepat.
“Masyarakat harus sadar dan paham dengan kondisi ini. Bagaimana susahnya nenek moyang kita dulu membuka lahan pertanian yang kemudian diturunkan kepada kita sehingga anak cucu kita bisa merasakan hasilnya. Namun apa yang akan dinikmati anak cucu kita kelak jika lahan pertanian tersebut telah rusak, jangankan padi, rumput berduri sekalipun tidak bisa tumbuh lagi,” jelasnya.
Sebagai solusinya, Dinas Pertanian mengimbau agar masyarakat memberdayakan lahan yang rusak tersebut dengan cara tetap melakukan aktivitas diatas lahan tersebut. “Butuh puluhan tahun untuk bisa membuat lahan itu subur kembali meskipun sudah diratakan, karena humus pada tanah tersebut sudah tidak ada lagi. Namun usahakan tetap ada aktifitas diatasnya seperti berternak, kolam, jadikan tempat pembakaran sampah dan lainnya. Yang jelas tidak dibiarkan begitu saja,” katanya.
Ronaldi menjelaskan bahwa, saat ini tidak ada alasan bagi masyarakat untuk terkendala di bidang pertanian, karena pihaknya selalu memfasilitasi apa yang menjadi kebutuhan para petani. Bahkan untuk lokasi lahan bekas penambangan sekalipun.
“Kalau masyarakat kita mau untuk memberdayakan lokasi lahan bekas tambang sekalipun akan kita bantu. Tapi itu perlu duduk bersama untuk membahasnya, agar lahan tersebut bisa menjadi produktif kembali. Yang penting tetap lakukan aktivitas yang positif pada lahan tersebut dan jangan dibiarkan terbengkalai begitu saja,” terangnya.
“Memang pada dasarnya lahan bekas tambang sulit untuk dijadikan sebagai lahan produktif kembali, bahkan jika dilakukan reklamasi sekalipun merupakan sebuah hal yang mustahil karena butuh biaya yang sangat besar. Jika dihitung-hitung, untuk satu hektar lahan saja butuh ratusan juta untuk mereklamasinya,” kata Kepala Dinas.
Lebih jauh, Ronaldi menjelaskan saat ini pihaknya bersama tokoh yang peduli dengan pertanian sudah mulai bergerak dalam memberdayakan lahan bekas tambang.
“Perlahan sudah kita mulai, melalui upaya dan kerja keras anggota dan penyuluh swadaya kita yaitu, Yal Yudian yang selalu membantu masyarakat dalam bertani secara modern dan mudah. Salah satunya, didaerah Kumanis, Kecamatan Sumpur Kudus. Yal Yudian terus menggerakan ekonomi masyarakat melalui pertanian. Pertanian merupakan sektor utama penggerak ekonomi masyarakat kita,” tambahnya. (ndo)