PADANG, METRO – Hingga saat ini, Sumbar belum berhasil mengatasi masalah stunting atau balita pendek. Sumbar berada di atas rata-rata nasional atau sekitar 30,08 % jumlah balita menderita stunting. Stunting erat kaitannya dengan kemiskinan, kendati kasus balita stunting tidak hanya terjadi pada keluarga miskin tapi juga keluarga mampu.
Antara kemiskinan dan stunting bak berada di lingkaran setan. Kemiskinan membuat kecukupan gizi keluarga prasejahtera tidak terpenuhi, sehingga ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak kurang gizi dan stunting. Anak penderita stunting yang tidak bisa diintervensi selama 1.000 hari pertama kehidupan, tumbuh dewasa dan hidup dengan kurang produktif dan kualitas hidup rendah.
Dalam sebuah kesempatan belum lama ini, Staf Khusus Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), H. Febby Datuk Bangso menyebutkan, ada sejumlah faktor besar yang menyebabkan stunting. Yakni, ketidaktahuan, masalah infrastruktur dasar, dan kemiskinan.
“Sumbar berada di atas rata-rata nasional, angka balita stunting tinggi. Infrastruktur dasar juga tidak memadai untuk orang hidup sehat, seperti sarana air bersih, akses ke posyandu atau puskesmas. Untuk itu perlu langkah pencegahan dilakukan,” kata Datuk Febby.
Dengan penggunaan dana desa, menurut Datuk Febby, akan mengurangi stunting. Untuk itu, dia mengingatkan, para kader Posyandu memiliki tugas untuk peningkatan kesehatan anak, khususnya bayi atau balita karena dengan mengoptimalkan dana desa. “Penggunaan dana desa tidak hanya untuk kegiatan fisik semata. Tapi juga peningkatan kualitas hidup masyarakat. Seperti menuntaskan persoalan stunting atau balita tumbuh pendek,” ucap Datuk Febby.
Terpisah, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengatakan, kasus stunting semakin meluas di Sumbar. Saat ini jumlah daerah dengan kasus stunting bertambah satu daerah. Tahun 2018 lalu, daerah dengan angka stunting yang tinggi, masing-masing Pasaman dan Pasaman Barat. Sementara tahun ini bertambah satu daerah, yakni Kota Solok.
“Ini pekerjaan berat. Dinas Kesehatan, BKKBN, serta Kepala Daerah harus fokus menuntaskan masalah ini. Apalagi ada anggaran dari daerah dan pusat. Pergunakan untuk melengkapi gizi ibu hamil dan balita. Membangun jamban yang layak supaya kasus diare tidak menyerang anak-anak. Sebab itu juga memicu stunting,” ungkap Nasrul.
Sementara itu, Kepala BKKBN Sumbar, Syahruddin mengungkapkan, beragam penyebab stunting. Mulai dari pernikahan usia dini, ibu hamil dan balita kurang asupan gizi, sampai kondisi lingkungan yang tidak sehat. Penuntasan kasus stunting di daerah butuh waktu yang cukup lama, sehingga diperlukan penanganan berkelanjutan.
“Sedangkan hasilnya pun tidak bisa dilihat dalam waktu satu dua tahun, melainkan 5 hingga 10 tahun ke depan,” kata Syahruddin. (mil)


















