PADANG, METRO – Galombang Minangkabau menyelenggarakan Festival Nan Jombang Tanggal 3 (FNJT3), Minggu (3/3) di Ladang Nan Jombang. Penyelanggaraan kali ini merupakan penyelenggaraan FNJT3 tahun ke-7. FNJT3 bulan ini, menampilkan pertunjukan seni randai oleh Group Tuah Sakato, dari Kabupaten Sijunjung. Group Tuah Sakato, yang dipimpin oleh Tasril ini telah berdiri sejak tahun 1990-an.
Grup Randai Tuah Sakato membawakan naskah randai yang berjudul Rambun Pamenan. Judul yang diangkat merupakan cerita rakyat yang sangat populer di Minangkabau. Cerita ini menceritakan tentang pengembaraan seorang anak yang bernama Rambun Pamenan dalam menyelamatkan ibunya Linduang Bulan.
Linduang Bulan diculik oleh Rajo angek Garang yang merupakan seorang raja dari nagari Camin Taruih sejak Rambun masih kecil. Penculikan ini diberitahu oleh perawatnya, dan dibenarkan seorang pengembara yang bernama Alang Bangkeh. Dalam perjalanannya rambun bertemu dengan Inyiak Paladang yang kemudian memberikannya senjata untuk menyelamatkan ibunya.
Tahun 2019 ini, FNJT3 mendapat dukungan kembali oleh Bakti Budaya Djarum Foundation dan juga didampingi oleh UPT Taman Budaya Provinsi Sumbar. Pimpinan Ladang Nan Jombang, Ery Mefri menjelaskan bahwa Komunitas Galombang Minangkabau menyelenggarakan FNJT3 ini rutin untuk dijadikan sebuah tradisi sebagai bentuk apresiasi bagi seniman.
”Kita rutin gelar pertunjukan keseianian ini tiap bulannya tanggal 3. Kali ini dari Kabupaten Sijunjung. Ini sebagai upaya saya memikirkan kesenian. Penyelenggaraannya sudah masuk tahun ke 7 dan selalu didampingi Djarum Foundation. Secara pelan namun, disupport lebih baik,” ujar Ery.
Ery Mefri mengungkapkan, dirinya dididik selama 30 tahun untuk menjadi seniman seperti saat ini. Selama perjalanan FNJT3 yang sudah memasuki tahun ke-7. Ery mengucapkan terimakasih kepada seniman yang ikut handil dalam penyelenggaraan FNJT3 ini. Namun, Ery juga mengaku, ada kekecewaan yang perlu diungkapkan. Menurutnya, FNJT3 ini dilaksanakan untuk seniman dan diharapkan dapat melahirkan seniman yang benar benar tulen. Artinya, FNJT3 ini menjadi tradisi bagi seniman.
Seniman di Sumbar menurutnya, harus kembali kepada tradisi. Sekarang tradisi ini sudah dihadirkannya di pusat kota, sementara UPT Taman Budaya Provinsi Sumbar sendiri belum sanggup menghadirkan tradisi. Termasuk juga perguruan tinggi.
“Kita membutuhkan tradisi. Kita tahu dan mengenal tradisi, tapi tidak pernah menjiwai tradisi itu sendiri,” ungkapnya.
Ery berharap, FNJT3 dapat menjadi tradisi yang melahirkan karya-karya besar. Karya tersebut diharapkan bisa ditampilkan melalui Kaba Festival setiap tahunnya yang dilaksanakan Galombang Minangkabau.
“Jadikan tradisi sebagai roh dan milik kita, untuk melahirkan karya yang terbaik,” harapnya.
Tujuan dilaksanakannya tradisi ini tidak lain adalah untuk melestarikan budaya. Pemerintah saat ini, menurutnya, tidak berupaya dan peduli melestarikan budaya. Mereka sibuk urus kepentingan sendiri dan pencitraan sendiri.
“Mereka yang melakukan pencitraan adalah orang yang dungu dan goblok. Saya tuntut para seniman untuk berkarya setelah tujuh tahun melahirkan tradisi ini. Mana Galombang Minangkabau dan seniman yang melahirkan karya. Padahal sering datang mengikuti tradisi ini,” tegasnya.(fan)