PADANG, METRO – Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumbar, Kardinal menyebutkan, pihaknya tengah berupaya menangani kasus pengeroyokan terhadap santri Pondok Pesantren Nurul Ikhlas di Padang Panjang. Sebab, pihaknya ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
“Hari ini (Kamis, 14 Februari 2019), tim Kanwil Kemenag Sumbar turun ke lapangan, agar kami tahu bagimana kejadian sebenarnya,” ujar Kardinal.
Kardinal mengatakan, proses penelusuran juga dibantu Kemenag Tanahdatar dan akan meminta keterangan dari pimpinan Pondok Pesantren. Dia menambahkan, Kemenag Sumbar sudah datang ke RSUP M Djamil Padang melihat kondisi korban.
Sebab apabila tidak diselesaikan, menurut Kardinal, kasus ini dikhawatirkan akan membuat ketertarikan masyarakat menjadi menurun untuk belajar di pesantren tersebut. Para orangtua pun jadi ragu menitipkan anaknya ke pesantren.
Evaluasi Besar-besaran
Tragedi komanya Robby Alhalim (16), santri Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Nurul Ikhlas, Tanahdatar akibat dikeroyok 17 sesama santri pondok, memicu keprihatinan berbagai kalangan. Salah satunya Mulyadi Muslim, Pengurus Pesantren Ar Risalah. Dia mengaku terhenyak atas tragedi itu, apalagi mayoritas pengeroyok masih kategori remaja.
“Sebenarnya kan di pesantren tidak dibolehkan ada sanksi-sanksi fisik seperti itu. Selama ini kan tidak pernah kita dengar pengeroyokan sampai sedemikian rupa. Sepertinya ini faktor kelalaian dari guru sehingga tidak terkawal dari anak yang awalnya salah paham akhirnya main keroyok,” ungkap Mulyadi, Kamis (14/2) saat dihubungi.
Mulyadi berharap, tragedi ini dapat menjadi peringatan bagi pihak pesantren untuk mengevaluasi total sistem pendidikan internal, terutama untuk memastikan anasir-anasir (tindakan) kekerasan tidak langgeng di dalamnya. Sebab menurut dia, santri nekat melakukan aksi main hakim sendiri salah satunya bisa dipicu oleh lemahnya pola asuh.
“Untuk dunia pendidikan apalagi pesantren, ini menjadi evaluasi besar-besaran. Karena, orang tua menitipkan anaknya di pesantren dengan harapan mendapatkan pendidikan secara baik dan terkawal dengan benar. Cuma mungkin lost control dari pengasuh sehingga terjadi musibah ini,” ujar Mulyadi.
Menurut Mulyadi lagi, aksi kekerasan di dunia pondok pesantren harus menjadi pembelajaran yang berharga bagi para pengelola pondok pesantren. Selama ini, dia mengungkapkan, pengawasan Ponpes hanya diserahkan ke santri senior. Sehingga mereka berhak melakukan apa saja termasuk mengenakan sanksi kepada santri yang melanggar.
“Termasuk juga jika ada dugaan santri mencuri akan disanksi oleh senior. Tradisi itu yang tidak boleh. Aksi kekerasan model apa pun di lingkungan lembaga pendidikan agama harus menjadi yang terakhir kalinya,” tegas Ketua Harian Masjid Agung Nurul Iman itu.
Maka dari itu pula, Mulyadi juga berharap, kepada pengelola pesantren hal serupa harus dihentikan. Dia mengakui, mengasuh anak di pesantren bukan pekerjaan ringan maka perlu bersinergi. Jangan hanya mengandalkan santri senior. Tetapi perlu dipastikan terkawal pergaulan mereka oleh penanggung jawab di asrama.
Kemudian, Mulyadi mengimbau semua pihak wajib memastikan semua santri bisa belajar dalam lingkungan yang kondusif sehingga tidak mengganggu kejiwaan dan kedewasaannya. Maka itu, sebut dia, pola pengaduan perlu ditata karena santri nekat melakukan aksi main hakim sendiri juga bisa dipicu oleh lemahnya sistem pengaduan.
“Jangan ada tebang pilih, bagi siapa pun yang terlibat harus menanggung konsekuensi. Karena pesantren bukan untuk melakukan kekerasan. Tentu ini perlu menjadi PR bagi pengelola pesantren untuk lebih selektif lagi menerima santri baru agar ketegangan antara senioritas-junioritas dapat diminimalisir,” tukas Mulyadi.
Sebelumnya diberitakan, kasus pengeroyokan yang terjadi Minggu (10/2) malam itu ditangani oleh Polres Padang Panjang. Hingga saat ini, sebanyak 17 orang santri yang diduga terlibat, telah diperiksa. Pihak kepolisian juga telah mengumpulkan barang bukti, termasuk benda-benda yang diduga digunakan dalam pengeroyokan tersebut.
“Saat ini penyidik tengah mendalami kasus dan mengumpulkan data santri yang terlibat seiring memintai keterangan lebih lanjut dari saksi saksi,” ujar Kapolsek X Koto Polres Padangpanjang AKP Rita Saryanti. (mil)