PADANG, METRO–Bank Indonesia (BI) Sumatra Barat (Sumbar) optimis pada 2024 pertumbuhan ekonomi di provinsi ini tumbuh dikisaran 4,63 sampai 5,43 persen. Prediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun depan meningkat dibanding prediksi pertumbuhan ekonomi 2023 yang berada pada rentang 4,5 sampai 5,3 persen.
Hal itu diungkap Deputi Kepala Kantor Perwakilan BI Sumbar, Christoveny saat pertemuan tahunan BI Sumbar, Rabu (30/11). Menurutnya, ada sejumlah faktor penghambat perekonomian baik di tingkat global maupun nasional tetap perlu diwaspadai seperti perlambatan ekonomi global, penguatan dolar amerika, serta tensi geopolitik.
Kemudian, katanya, Sumbar direkomendasikan untuk meningkatkan produksi pertanian. Sebab selama satu dekade terakhir, kontribusi lapangan usaha pertanian pada produk domestik regional bruto (PDRB) mengalami penurunan. Hal itu bisa memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Melihat perkembangan ekonomi Sumbar beberapa tahun terakhir, terdapat dua tantangan utama yang perlu segera kita atasi bersama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi ke depan supaya lebih tinggi dan berkelanjutan. Pertama perlambatan kinerja lapangan usaha pertanian dan industri olahan. Hal ini menunjukkan lapangan usaha utama di Sumbar berkurang daya saingnya,” ungkapnya.
Selain itu, Veny menekankan, pemanfaatan investasi perlu lebih dioptimalkan dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi Sumbar. Mengingat investasi di Sumbar masih berada di bawah rata-rata provinsi lain se-Sumatra.
“Secara umum terdapat 5 rekomendasi BI untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan lebih tinggi ke depan. Pertama mengoptimalkan produktivitas pertanian, intensifikasi pertanian, mengembangkan ekonomi kreatif dan pariwisata secara konsisten dan berkelanjutan,” ujarnya.
Lalu, kata Veny, mendorong realisasi investasi di Sumbar melalui pembentukan web Sumatra Investment Center untuk promosi investasi yang lebih efektif. Mengupayakan industrialisasi komoditas unggulan daerah yang memiliki potensi besar seperti kopi, kakao, kelapa, gambir rempah-rempah serta hasil perikanan.
“Terakhir pengembangan ekonomi berkelanjutan dan ekonomi digital, melalui perluasan kanal pembayaran non tunai baik di sektor swasta maupun transaksi pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, dikatakan Veny, sampai akhir Oktober 2023 inflasi tahunan di Sumbar terjaga di level 2,27 persen. Angka itu turun jauh dibanding 2022 yang ketika itu Sumbar mencatatkan inflasi tertinggi secara nasional. Pihaknya pun meyakini angka inflasi 2023 sesuai target di kisaran tiga plus minus satu persen.
“Pencapaian ini merupakan hasil sinergi yang kuat dan inovasi dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar dalam melakukan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) 2023. Pengendalian inflasi tercermin dari upaya 4K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif,” katanya.
Seementara pada 2024, Veny bilang inflasi diprediksi tetap akan mencapai sasaran target, yakni 2,5 plus minus satu persen. Sehingga, dari sisi pengendalian, BI Sumbar merekomendasikan 3 strategi utama, yaitu mengoptimalkan GNPIP dengan terus memperkuat sinergi dan inovasi, dalam pengendalian inflasi komoditas pangan strategis. Kedua mendorong pengendalian inflasi yang terintegrasi dari hulu dan ke hilir.
“Dari sisi hulu antara lain melalui implementasi pertanian organik, pertanian digital, dan pengaturan pola tanam. Sementara pada sisi hilir terus melakukan optimalisasi kerjasama antar daerah pengawasan jalur distribusi serta intensifikasi TTIC sebagai hub distribusi pangan Sumbar. Strategi ketiga yakni penguatan data dan neraca pangan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan pengendalian inflasi. Kemudian digunakan untuk pengaturan produksi maupun pengawasan distribusi pangan,” tutupnya. (rgr)
