PADANG, METRO – Aktivitas gempa yang terjadi puluhan kali belakangan ini, ikut mempengaruhi potensi gempa di pusat Megatrust Kabupaten kepulauan Mentawai.
”Dikhawatirkan aktivitas gempa di pinggiran megatrusht ini, pertanda untuk potensi kejadian gempa yang lebih besar. Kita harapkan tidak terjadi dalam waktu dekat. Meskipun secara hukum alam cepat atau lambat akan terjadi juga. Kita harapkan kita masih punya waktu untuk bias siap-siaga,” ungkap, Danny Hilman Natawidjaja, Peneliti Gempa dan Tsunami dari LIPI.
Ketua Pokja Geologi PuSGeN (Pusat Studi Gempa Nasional) ini juga mengungkapkan, gempa di pusat megathrust ini bisa pecah dengan skala 8,8 SR maksimum. Megathrust Mentawai adalah satu-satunya segmen yang belum lepas, setelah terjadinya rentetan gempa megathrust sejak gempa dan tsunami di Aceh 2004. Jika gempa ini terjadi, tinggi tsunami di Pantai Sumbar berkisar antara 5–10 meter.
Karakteristik dan siklus gempa megathrust Mentawai sudah dipelajari, dengan detil, hasil studinya lengkap, dan publikasinya sangat banyak. “Sejak gempa 2007, sudah memasuki perioda pelepasan gempa. Menunggu gempa megathrust ini. Tetap kita tidak bisa tahu, kapan gempa akan terjadi,” ujarnya.
Ancaman gempa megathrust menurutnya harus diwaspadai. Namun, bukan disikapi dengan panik. Masyarakat dan pemerintah bisa lebih sadar, bahwa ancaman gempa dan tsunami megathrust di Mentawai itu masih ada dan belum selesai,” ungkap Danny.
Kesiapsiagaan menurutnya, harus dinaikan tingkatnya. Makin hari makin baik dan makin kuat. Jangan musiman, yang makin hari makin melempem. Khusus masyarakat di pinggir pantai, harus paham betul ancaman itu masih ada.
”Saat gempa terjadi, jangan panik, tapi harus menyelamatkan diri menjauhi pantai. Peringatan dini gempa dan tsunami yang ada, harus ditingkatkan. Masyakat harus tahu tentang peringatan dini ini, dan tahu apa yang dilakukan melalui pelatihan-pelatihan,” harapnya.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan, saat ini aktivitas gempa menunggu lepasnya energi segmen Megathrust Mentawai. Namun, sebelumnya, BMKG mencatat telah terjadi 115 kali gempa sejak tanggal 2 Februari lalu.
”Gempa yang terjadi selama ini, kekuatan yang lebih dari 6 SR ada dua dan hampir menuju 6 SR ada tiga kali terjadi. Analoginya dalam perhitungan magnitude gempa, menurut Dwikorita, gempa dengan skala magnitude 8, sama dengan kekuatan energinya 32 kali gempa dengan skala magnitudo 7,” ujarnya.
Dari hasil pemantauan dan analisis BMKG, di Indonesia ada delapan zona bahaya. Fokus prioritas pertama BMKG saat ini, adalah zona yang akan melepaskan energy gempa. “Kalau segmen megathrust Mentawai ini, akan lepas dalam waktu beberapa tahun ke depan,” ujarnya.
Di BMKG Sumbar, saat ini ada lima stasiun pemantauan. Untuk mengantisipasi megatrusht Mentawai. BMKG telah memasang lebih dari 10 stasiun pengamatan seismik. Selain ancaman megahtrust Mentawai juga dikuatirkan patahan lempengan semangko yang akan membuat Sumbar patah. “Namun, berdasarkan analisis pakar, lebih prioritas yang di segmen mentawai. Di patahan lempengan semangko, sudah ada ada lima peralatan khusus,” ungkapnya.
Diungkapkannya, saat sensor gempa jika sudah mendekati terjadinya gempa, hasilnya akan diolah untuk disampaikan ke masyarakat, melalui peringatan dini sirine di sepanjang pantai di Provinsi Sumbar. Yang menekan tombol sirine peringatan dini nantinya Pusdalops BPBD Sumbar, setelah menerima early warning system (EWS) dari BMKG pusat.
Kepala BNPB, Letjend TNI Doni Munardo mengatakan, pandangan peneliti dan pakar gempa serta tsunami ini harus dicermati. Di Indonesia, wilayah yang aman dari tsunami hanya ada di Sumatera bagian Timur dan Selatan bagian Utara. Selain itu, juga ada Kalimantan Barat dan Selatan, Pantai Utara Pulau Jawa. “Kita di Sumbar harus sadari hidup di patahan lempeng dan di atas cincin api,” tegasnya. (fan)