Oleh: Reviandi
PENDAFTARAN bakal calon Presiden dan wakil Presiden Indonesia telah dijadwalkan 19-25 Oktober 2023. Tinggal sepekan ke depan. Namun siapa yang akan mendaftar masih belum dapat dipastikan, meski telah mengerucut ke sejumlah nama saja. Kalau di kalangan umum disebut, yang akan mendaftar ke KPU paling banyak tiga pasangan calon saja. Itu sudah beredar lebih dari setahun yang lalu.
Pilpres 2024 ini adalah pemilihan yang calonnya dapat disebut itu ke itu saja. Pertama Prabowo Subianto yang merupakan alumni Pilpres 2009, 2014 dan 2019 lalu. Kini, Prabowo maju lagi dan menjadi lebih kuat dengan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora dan Partai Garuda. Berkibar dengan bendera Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Kedua muncul nama Anies Rasyid Baswedan yang awalnya hanya diusung Partai Nasional Demokrat (NasDem). Belakangan juga merapat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), meski sebelumnya ada Partai Demokrat. Poros ini disebut Koalisi Perubahan, meski dua dari partai itu merupakan bagian dari partai pemerintah. Hanya PKS yang setia menjadi oposisi yang masih layak disebut pengusung jargon perubahan.
Ketiga, ada Ganjar Pranowo yang telah dideklarasikan PDI Perjuangan sebagai calon pengganti Joko Widodo (Jokowi) pada 21 April 2023 lalu. Partai pengusungnya PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Juga ada dua partai nonparlemen, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Dengan telah semua partai menyatakan dukungannya kepada tiga calon itu, maka peluang calon lain menjadi Presiden sepertinya sudah tertutup. Bahkan, untuk menjadi Cawapres Anies Baswedan juga sudah diambil jatahnya oleh Ketua Umum PKB Muhaimin “Cak Imin” Iskandar. Yang masih terbuka, lowongan menjadi Cawapresnya Prabowo atau Ganjar Pranowo.
Itu pun akan sangat sulit, karena para elite partai dan tokoh sudah berebut dan antre menjadi pendamping mereka. Bahkan Prabowo disebut-sebut hanya punya dua kandidat terakhir saja, putra Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka dan Menteri BUMN/Ketua Umum PSSI Erich Thohir. Peluang lainnya juga akan sangat berat, meski berstatus Ketua Umum Partai seperti Airlangga Hartarto.
Ganjar Pranowo, masih menunggu titah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri untuk mendeklarasikan calon yang akan mereka usung pada Pilpres 14 Februari 2024 nanti. Sudah ada nama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno yang sekarang menjadi kader PPP di urutan papan atas. Sandiaga adalah mantan Cawapres 2019 mendampingi Prabowo.
Dengan waktu yang cuma 13 hari sampai pendaftaran Capres-Cawapres ditutup 25 Oktober 2023, peluang calon-calon lain sepertinya sudah tertutup. Apalagi ada pula wacana menyatukan Prabowo dengan Ganjar. Entah siapa yang akan jadi Capres dan Cawapresnya, tapi ini tentu akan membuat koalisi semakin besar, yaitu PDIP, PPP, Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat dari partai parlemen. Ditambah Hanura, Perindo, PBB, Gelora, Garuda dari nonrparlemen.
Jadi, jika berbicara calon alternatif, akan sangat susah kita mendapatkannya. Karena dengan sistem pemilihan yang masih mengantut presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara Pemilu 2019, akan mustahil munculnya nama baru. Sempat beredar akan ada poros keempat, saat Demokrat keluar dari koalisi perubahan yang ternyata lebih memilih Cak Imin dan PKB.
Demkrat bisa saja membuka poros baru dengan jagoan Ketumnya Agus Harimurti Yudhoyoho (AHY) dengan menggandeng PKS yang juga sempat kaget dengan deklarasi Anies-Cak Imin (Amin). Namun peluang itu tak diambil, PKS tetap dukung Amin, sementara Demokrat beralih kembali kepada Prabowo, calon yang mereka dukung 2014 dan 2019 lalu. Kalaupun ini dulu jadi, nama yang akan diusung juga bukan yang baru, tapi tetap yang sudah beredar juga.
Peluang masuknya nama baru dalam Pilpres 2024 mendatang sangat-sangat sulit. Mungkin yang bisa menjadi hiburan adalah masuknya nama anak muda milenial seperti Gibran Rakabuming Raka yang masih berumur 36 tahun. Itu pun bukan murni karena ‘mudanya’ Gibran, tapi lebih kepada siapa dia. Wali Kota Surakarta itu adalah putra Presiden Jokowi.
Meski sudah terlihat aura ‘frustasi’ untuk memasukkan nama baru, tapi sejumlah pemuda di Indonesia masih yakin dengan peluang calon alternatif dalam beberapa hari terakhir ini. Hal itu muncul saat sejumlah komunitas anak muda di Samarinda, Sumedang, dan Banda Aceh menggelar diskusi, untuk menyoroti persoalan pragmatisme politik di kalangan pemuda.
Tokoh muda Samarinda yang juga Founder Forum Milenial Nusantara, Husain Firdaus, menyatakan dukungannya terhadap gagasan gerakan politik alternatif. Sebab, menurutnya politik saat ini telah didominasi oleh oligarkisme dan politik dinasti. “Sikap kritis anak-anak muda untuk menantang gejala elitisme dan kesenjangan politik yang semakin menguat di berbagai lini, ekonomi maupun politik,” kata Husain.
Menurut Husain, menguatnya apatisme di satu sisi dan politik dinasti dan oligarki di sisi lain menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi aktivis anak muda saat ini. “Bahwa harus dicari sosok pemimpin muda yang benar-benar paham dan memperjuangkan kepentingan anak-anak muda,” tambah Husain.
Seorang inisiator gerakan ‘Nusantara’ asal Bandung, Raihan Muhammad Akmal, menyatakan munculnya gerakan ini adalah bentuk kritik karena selama ini isu anak muda terutama terkait bonus demografi hanya dijadikan isu pelengkap.
“Kalau pun ada itu sangat kental dengan kalkulasi elit dan oligarki. Untuk itu kami memunculkan gagasan politik alternatif, mulai dari isu-isu alternatif anak muda,” kata Raihan.
Salah satu pimpinan komunitas muda Banda Aceh, Muhammad Ibda menyatakan dukungannya terhadap berbagai gagasan anak muda di beberapa kota yang tergabung dalam Gerakan Nusantara untuk menggagas politik alternatif. Dia mencontohkan sejumlah nama tingkat nasional yang dinilai berpotensi sebagai sosok capres alternatif. Salah satunya adalah Dimas Oky Nugroho.
Terkait hal itu, Dimas Oky Nugroho merespons usulan anak-anak muda yang menggagas capres alternatif sebagai satire politik dan sikap kritis anak muda terhadap situasi saat ini. “Fokus kami selama ini adalah ikut berpartisipasi meningkatkan sumber daya manusia dan jejaring anak muda di seluruh Indonesia secara inklusif, agar mampu menjadi pemain utama, bukan penonton dalam proses transformasi sosial ekonomi dan politik,” pungkas Dimas.
Gerakan yang terlihat sangat-sangat terlambat ini sejatinya bisa sedikit mengoreksi semua pihak yang telah mengotak-kotakkan Pilpres pada dua tau tiga poros saja. Sepertinya, rakyat tidak diberikan alternatif kemana arah politik mereka. Karena semua seperti telah ‘bersekongkol’ menyatakan kalau hanya tiga orang dari 273,8 juta penduduk Indonesia yang layak jadi Presiden. Sebagian sangat kecilnya berpeluang menjadi wakil Presiden.
Aktivis Indonesia Soe Hok Gie pernah menyampaikan ini, “Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka.” Sekarang tergantung anak-anak muda saja. Apa pilihan politik yang akan mereka ambil jelang Pilpres 2024 ini. Kalau tak juga melek politik, ya jangan komplain dengan pilihan yang ada saat ini. (Wartawan Utama)
















