PADANG, METRO – Pasca dilakukannya penggerebekan dan penggeledahan terhadap pedagang sate gerobak yang menjual sate berbahan daging babi di kawasan Simpang Haru, Kecamatan Padang Timur, Dinas Pedagangan Kota Padang melanjutkan kasus itu ke ranah hukum.
Dalam kasus ini, Dinas Pedagangan yang merupakan pelapor, telah menyerahkan pedagang sate Bustami dan Evi, suami istri bersama dengan pejual daging babi berinisial S ke Mapolresta Padang. Saat ini, ketiganya masih menjalani proses pemeriksaan oleh penyidik Satreskrim Polresta Padang.
Sebelumnya, Dinas Perdagangan Padang bersama tim gabungan telah mendatangi penjual daging berinsial S di kediamannya di kawasan Mata Air, Padang Selatan. Di rumah itu, petugas menyita sebanyak dua kilogram daging babi segar.
Kepala Dinas Perdagangan Endrizal mengatakan, untuk kasus sate berhan daging babi ini, pihaknya telah menyerahkan secara keseluruhan kasusnya ke Polresta Padang, mulai dari barang bukti yang diamankan berikut ketiga orang yang diamankan, pedagang sate dan penjual daging.
”Nanti kita hanya sebagai saksi terkait dugaan pidana ini. Untuk produk pasal yang akan dijerat, yang lebih paham polisi. Kita yang melaporkan ke Polresta Padang, karena perbuatan mereka ini sudah masuk ke ranah pidana, jadi sudah kewenangan polisi,” kata Endrizal, Rabu (30/1).
Endrizal menjelaskan sebelum dilakukan penggeledahan dan penggerebekan, mengamankan pedagang sate KMS B di Simpang Haru, kemarin, pihaknya juga telah mengumpulkan seluruh sample dari pedagang sate KMS yang lain namun hanya KMS B ini yang positif menggunakan daging babi.
”Untuk membantu proses penyelidikan polisi, kita juga menyerahkan berita acara pemeriksaan (BAP) dari ketiga orang yang diamankan. Kita laporkan pedagang sate ini. Untuk penjual daging kita lihat perkembangnya. Bukti penggrebekan kemarin, bisa menjadi dasar polisi untuk menindaklanjuti laporan kita. Ditambah lagi nantinya hasil dari labortarium,” ungkap Endrizal.
Kasat Reskrim Polresta Padang AKP Edriyan Wiguna, membenarkan Dinas Perdagangan telah menyerahkan tiga orang yang diduga terlibat dalam penjualan sate berbahan daging babi. Untuk saat ini, masih dalam tahap pemeriksaan intensif oleh penyidik.
”Ketiga orang yang diserahkan itu masih pemeriksaan. Barang bukti juga sudah diserahkan kepada penyidik. Statusnya sebagai terlapor dan saksi. Kita masih lakukan pendalaman dan pengembangan,” ungkap AKP Edriyan
Berlangganan 1 Tahun
Pengakuan penjual daging S berbeda dengan pengakuan pedagang sate. Kata S, pedagang sate KMS B ini telah berlangganan selama satu tahun. Sebelumnya berurusan dengan orangtuanya.
“Saya disuruh membuat skenario, kalau mereka baru dua minggu berlangganan. Dia juga meminta, kalau dirinya bukan pemasok utama daging babi. Saya juga diminta menyembunyikan barang bukti yang ada di rumah dan saya disuruh membeli daging sapi, untuk mengelabui petugas apabila dating,” kata S.
S menyebut, semenjak orangtuanya sakit, pedagang sate berurusan dengannya berikut langsung mengantarkan pesanannya sejak 6 bulan belakangan. Daging itu diantar ke kediaman pedagang.
Tidak hanya itu, S juga membantah keterangan dari pedagang sate, terkait harga yang ditawarkan dalam pembelian daging. Sebelumnya Evi mengaku membeli daging tersebut Rp95 ribu per kilogram. Sementara dari pengakuan S daging itu dijual Rp40 ribu per kilogram.
“Itu sudah harga pasaran. Tidak saya tambahkan. Tidak betul saya jual Rp95 ribu per satu kilogram. Daging yang saya jual pasti diberitahukan kepada konsumen, kalau daging tersebut daging babi. Bahkan pedagang sate juga mengetahuinya. Biasanya langganan saya warga nonmuslim. Saya menjual daging ini sampai ke Mentawai untuk warga nonmuslim di sana,” jelasnya.
S juga mengakui kalau daging yang dijualnya didapat dari Pesisir Selatan. Rata-rata daging babi itu hasil buruan yang dibeli dengan sistem per ekor atau per kilogram. Untuk di Padang sendiri, mayoritas langganannya merupakan warga nonmuslim.
“Hanya pedagang sate KMS B inilah beragama islam. Dia membeli daging per harinya lima hingga sepuluh kilogram. Saya mengantarkan langsung ke rumahnya. Jadwal jalan mengantarkan daging ke tempat dia pukul 07.00 WIB sampai 09.00 WIB,” ungkapnya.
Sebelumnya Evi dan Bustomi pedagang sate KMS B membantah sengaja melakukan kecurangan. Pasutri ini mengaku tidak tahu sama sekali kalau daging yang dibelinya adalah daging babi. Evi juga mengaku, kalau dirinya baru kenal dengan penjual daging babi dua pekan belakangan. Diceritakannya, saat itu orangtua S menawarkan untuk membeli daging.
“Biasanya belanja daging ke pasar raya. Tapi ibu Gustigani (penjual daging) menawarkan saya. Saat itu dia maken sate di tempat saya dan menawarkan langsung. Belum lama saya ambil daging dari dia,” ujarnya.
Bukan Group KMS
Pemilik Grup Sate KMS (Kami Saiyo), Ilyas menegaskan bahwa sate KMS B, yang digerebek karena menjual sate daging babi, tidak menjadi bagian dari grupnya. Sehingga atas kejadian tersebut, pihaknya merasa sangat dirugikan karena pedagang itu mencatut nama yang sama.
“Grup sate KMS itu yang berjualan di kawasan Permindo, Kalawi, Patimura, dan Siteba. Merek sate KMS saya sudah memiliki sertifikat merek yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Ham RI (Kemenkumham) yang didaftarkan pada 2009,” jelas Ilyas.
Ilyas juga membantah pengakuan pedagang sate KMS B, kalau dirinya ada hubungan keluarga. Untuk group KMS hanya KMS saja, tidak ada pakai seri. Selain itu, pihaknya juga memiliki logo dan foto orangtua. Selain itu dia juga mengatakan, konsumen sudah bisa membedakan mana yang KMS asli atau tidak.
“Jadi hingga saat ini, tidak ada berdampak pada penjualan kami. Merek kami sudah dipatenkan dan mengantongi HKI. Dulu sudah pernah kami ingatkan dia supaya tidak memakai merek yang sama, tetapi tidak diindahkan. Kita berencana akan menuntut ke jalur hukum, tetapi diskusi duku dengan keluarga,” ujar Ilyas. (rgr)