PDGPARIAMAN, METRO – Wakil Bupati Padangpariaman Suhatri Bur rapat koordinasi mitigasi dan penanganan bencana gempa dan tsunami di Provinsi Sumatera barat. Acara tersebut dihadiri BNPB pusat, gubernur Sumbar, wakil gubernur, Bupati/Walikota, BPBD provinsi dan kabupaten/ kota se-Sumatera Barat, Forkompinda Provinsi Sumatera Barat.
Wakil Bupati Padangpariaman Suhatri Bur menyatakan mitigasi bencana hendaknya menjadi budaya di setiap daerah rawan bencana, sebab amanat Undang-Undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.
“Mitigasi bencana kewajiban satu pihak yang mesti melibatkan multipihak. Komunikasi multipihak dalam mitigasi bencana mesti dikelola secara cerdas dan cakap oleh pemerintah daerah. Di Padangpariaman juga demikian,” ungkapnya.
Padangpariaman memiliki pantai terus mengobarkan semangat mitigasi gempa dan tsunami dengan program yang baik kepada masyarakat. Pemerintah yang dekat-dekat pegunungan, juga begitu.
“Sehingga ke depan menjadi budaya, menjadi kebiasaan, seperti terbiasanya umat manusia dengan hujan dan gerhana. Kebiasaan, pengetahuan, merupakan alamat dari pemahaman yang akan membuat masyarakat kuat dan berani, serta mengerti langkah taktik menyelamatkan diri. Warga masyarakat yang kalut, takut, bahkan menjadi korban lebih karena stres menghadapi bencana, bukan karena terjadinya bencana,” ujarnya.
Namun katanya, Padangpariaman tidak sanggup membiayai mitigasi bencana, karena APBD Padangpariaman sangat terbatas. “Kita butuh dukungan Propinsi dan pusat untuk mengatasi berbagai jenis bencana di Padangpariaman, karena Padangpariaman daerah yang rawan bencana,” tandasnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, E. Rahman menyatakan Sumbar harus mengadu ke pemerintah pusat, agar mendapatkan bantuan.
”Anggaran mitigasi bencana Sumbar di 2019 hanya sekitar Rp2 miliar. Anggaran itu masih sangat minim, karena idealnya 1 persen dari APBD,” katanya.
APBD 2019 Sumbar sebesar Rp 7,1 triliun. Sehingga angka satu persen tersebut untuk mitigasi karena potensi bencana di Sumbar sekira Rp70,1 milliar. Ancaman bencana terbesar adalah di Sumbar adalah, gempa dan tsunami. Keduanya dikhawatirkan bisa merenggut banyak korban jiwa. Terutama masyarakat yang tinggal di pinggir pantai.
Selain kedua bencana tersebut, ancaman lain adalah gunung berapi, angin puting beliung, tanah bergerak, longsor dan banjir. Lengkapnya potensi bencana itu, membuat Sumbar disebutnya, layak mendapatkan predikat sebagai supermarket bencana.
Meski anggaran yang tersedia tidak mencukupi, E. Rahman mengatakan, pihaknya bisa memahami. Kondisi APBD Sumbar disebutnya tidak memadai. Karena itu, semua upaya untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat akan dilakukan.
Salah satunya, melalui rapat koordinasi kesiapsiagaan dan mitigasi bencana dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Padang sekarang ini.
“Dalam kesempatan itu, gubernur disebutnya, akan memaparkan kondisi kebencanaan di Sumbar, dan berharap mendapatkan manfaat dengan banyak pihak yang datang,” tandasnya.
Program mitigasi bencana Sumbar, saat ini disesuaikan dengan kondisi anggaran. Fokus yang dilakukan, memupuk kesadaran masyarakat agar memiliki kesiapsiagaan terhadap bencana. (efa)














