KHATIB, METRO – Fenomena kenaikan harga tiket pesawat domestik yang meroket dibandingkan penerbangan internasional ternyata belum berkontribusi besar terhadap jumlah pembuatan paspor di Kantor Imigrasi kelas 1 A Kota Padang.
“Tidak ada peningkatan, masih sama saja. Masyarakat Sumbar mana banyak melancong. Kalau daerah lain memang banyak membuat paspor karena mereka banyak yang jadi TKI,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas I A Kota Padang (Kakanim), E Sahlan, Selasa (15/1).
E Sahlan mengemukakan, saat ini permohonan pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Padang didominasi masyarakat untuk keberangkatan perjalanan ibadah haji dan umroh. Hal itu diketahui dari wawancara petugas imigrasi dengan masyarakat pemohon paspor.
“Orang Sumbar kalau mengurus paspor tujuannya hanya untuk pergi umroh. Orang di negeri kita ini jarang pergi senang-senang ke luar negeri. Paling-paling dua bulan mereka pergi bekerja tempat saudaranya setelah itu balik lagi ke Sumbar,” ujar E Sahlan.
Selain melayani pembuatan paspor, pihaknya akan terus berupaya untuk memperketat peran pengawasan terhadap warga negara asing yang masuk ke Indonesia terutama ke wilayah Sumbar, dimana apabila ada temuan dan akan segera ditindak.
“Sejak saya menjabat sebagai kepala kantor imigrasi, saya tidak memperbolehkan orang asing masuk ke Sumbar. Jika nanti ada kejadian orang asing meninggal di negeri kita, yang malu kita juga. Karena image imigrasi kita untuk eksekusi selama ini dinilai agak lambat,” tutur E Sahlan.
Di sisi lain, E Sahlan menyebutkan, persyaratan yang harus dipenuhi untuk yang akan membuat paspor adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), akte/surat kelahiran atau ijazah atau surat nikah. Setiap pemohon selanjutnya akan menjalani verifikasi berkas, wawancara dan foto.
“Untuk biaya pembuatan paspor dibebankan kepada pemohon sebesar Rp355 ribu per orang,” tutup E Sahlan.
Pandangan berbeda diutarakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumbar, Maulana Yusran. Ia mengakui, kenaikan harga tiket domestik berimbas terhadap penurunan tingkat hunian hotel di Sumbar terhitung mencapai sekitar 20 persen pada minggu pertama dan kedua Januari 2019.
“Kalau perkiraannya itu, ada penurunan sekitar 20 persen, dibandingkan ‘Year on Year’ (Tahun ke Tahun) dengan periode yang sama, dibandingkan tahun sebelumnya (2018),” kata Yusran.
Menurut Yusran, faktor yang mempengaruhi turunnya tingkat hunian, karena hotel sangat bergantung kepada jumlah wisatawan. Sementara wisatawan datang melalui jalur darat, dan jalur udara, dan inilah yang menyebabkan PHRI juga terpengaruh karena adanya kenaikan harga tiket pesawat tersebut.
Kemudian, PHRI mengaku harus melihat dahulu bagaimana kondisi di bandara, apakah sepi penumpang atau tidak. Namun demikian, tak hanya transportasi udara, menurutnya, transportasi darat juga turut mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan ke Sumbar.
“Kebetulan saya belum melihat, apakah bandara sepi penumpang atau tidak, untuk memastikan datanya. Kemudian, kita juga harus melihat faktor lain, seperti adanya jalan putus di Lembah Anai. Ini juga menjadi faktor yang cukup mempengaruhi menurunnya tingkat hunian hotel di Sumbar,” kata Yusran lagi.
Selain itu, PHRI juga berharap agar permasalahan mahalnya harga tiket pesawat rute Padang-Jakarta bisa didudukkan bersama, untuk mencari jalan keluar yang sama-sama menguntungkan.
“Kenapa daerah lain bisa turun 60 persen, nah Sumbar tidak. Sementara ini kan skalanya nasional tidak hanya Sumbar. Makanya kita berharap, mari duduk bersama, baik itu pemerintah, maskapai maupun pelaku pariwisata untuk mencari jalan keluar agar tidak lagi seperti ini, karena ini sangat berdampak bagi banyak orang,” harap Yusran.
Untuk diketahui, selama dua pekan belakangan, masyarakat di Indonesia, terutama Sumbar mengeluhkan harga tiket pesawat yang melambung tinggi, dimana biasanya dari Padang menuju Jakarta hanya menghabiskan Rp700 ribu-Rp1 jutaan, sekarang meningkat dari Rp1 jutaan-Rp2 jutaan untuk sekali penerbangan. (mil)















