PADANG, METRO – Ketentuan mengenai Bagasi Tercatat diatur dalam Pasal 22, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 185 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri itu menuai beragam penolakan.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA), Ian Hanafiah menilai, ketentuan Kemenhub tersebut dapat merugikan pariwisata dan juga ASITA. Dikhawatirkan wisatawan domestik dapat beralih ke internasional, dan dapat membuat agen perjalanan terancam bangkrut.
Menurut Ian, alasan peraturan itu kurang tepat, karena melihat ke maskapai penerbangan kelompok full service paling banyak 20 kg tanpa dikenakan biaya, kelompok medium service, paling banyak 15 kg tanpa dikenakan biaya, dan kelompok no frills service seperti Lion Air dan Wings Air dapat dikenakan biaya.
”Nah di sini tidak dapat dipungkiri bahwa cukup banyak masyarakat atau wisatawan domestik yang menggunakan maskapai penerbangan kelompok no frills service seperti Lion Air. Kini Lion Air bagasi harus berbayar,” kata Ian, Kamis (10/1).
Maskapai full service yang dimaksud, seperti PT. Garuda Indonesia dan PT. Batik Air, lalu medium service seperti PT. Trigana Air service, PT. Travel Express, PT. Sriwijaya Air, PT. NAM Air dan PT. Transnusa Air Service, kemudian no frills serviceyaitu PT. Lion Air, PT. Wings Air, PT. Indonesia AirAsia, PT. Indonesia AirAsia Extra, PT. Citilink Indonesia dan PT. Asi Pudjiastuti Aviation.
”Kalau melihat aturan dari Kemenhub tersebut, terutama soal bagasi yang harus berbayar, dapat berdampak buruk kepada pariwisata dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Tentu minat wisatawan untuk membeli oleh-oleh jadi menurun. Begitu juga dengan pariwisata, wisatawan hanya dapat sekadar foto-foto saja, lalu pulang. Jika begitu, dimana menariknya untuk berwisata tanpa ada berbelanja,” ujar Ian.
Satu sisi, pemerintah daerahnya terus mempromosikan pariwisata, namun dengan adanya peraturan Kemenhub tersebut, promosi yang dilakukan tidak mendapat respon yang bagus. Persoalan itu bukan tidak minat, tapi biaya untuk datang ke Sumbar terlalu mahal.
”Kita kan tahu hampir sebagian besar yang membawa wisatawan ke daerah itu, seperti ke Sumbar adalah agen perjalanan yang tergabung di ASITA. Jika semuanya serba biaya yang besar, pariwisata bakal merosot dan imbasnya juga ke ASITA,” sebut Ian.
Tidak dipungkiri, masyarakat sendiri lebih memilih penerbangan dengan harga tiket yang agak murah, dan bisa membawa barang yang banyak. Namun kini, seperti yang diberlakukan di maskapai penerbangan Lion Air, bagasi haruslah berbayar. Padahal jelas, Lion Air adalah maskapai penerbangan yang memiliki harga tiket yang cukup terjangkau.
”Kalau harus bayar mahal, mendingan melakukan perjalanan ke luar negeri. Nah jika ini yang dipikirkan oleh masyarakat dan benar-benar terjadi, maka negara tetanggalah yang beruntung akibat dari peraturan Kemenhub tersebut,” ujar Ian lagi.
Ian juga berharap kepada Gubernur Sumbar dan juga Kementerian Pariwisata RI bisa menyampaikan kondisi itu, akibat dari peraturan Kemenhub soal maskapai penerbangan dalam negeri.
Surati Lion Air dan Garuda
Penetapan tarif untuk bawaan barang penumpang di bagasi, oleh maskapai penerbangan Lion Air dan Wings Air, sejak Selasa (8/1) mendapat kritikan dari Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno.
Pihaknya, minta Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumbar membuat draft surat, kepada Lion Air, untuk mempertimbangkan penetapan tarif bagasi tersebut
Irwan Prayitno tidak memungkiri, para pelaku UMKM akan terganggu untuk membayar tarif bagasi tersebut. Pasalnya, yang banyak naik pesawat Lion Air tersebut, adalah pelaku UMKM. Berbeda dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia, yang penumpangnya banyak dari unsur pemerintahan.
Dengan naiknya harga tiket maskapai penerbangan Garuda Indonesia melalui kebijakan single price, untuk kelas ekonomi Rp1,9 juta, maka Lion Air menurut Irwan Prayitno, akan terbawa untung.
”Karena, tiket Garuda naik, maka harga tiket Lion Air yang biasanya rata-rata Rp500 ribu bisa naik harganya di atas sejuta. Tapi kenapa Lion Air nambah lagi ambil untung dari bagasi yang membebani masyarakat menengah ke bawah,” tegasnya.
Selain akan mengirimkan surat kepada pihak Lion Air, Irwan Prayitno juga akan menyiapkan surat untuk pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia, terkait kebijakan single price yang telah ditetapkannya.
”Pihak Garuda dengan membuat harga single price Rp1,9 juta untuk kelas ekonomi, berdampak terganggunya pariwisata di Sumbar. Banyak yang tidak bisa datang kemari,” ungkap Irwan Prayitno. Irwan Prayitno berharap, agar pihak PT garuda Indonesia tidak menetapkan tarif semahal itu, demi menyongsong dan mendorong pariwisata di Sumbar. (mil/fan)















