SUDIRMAN, METRO–Meski Pemerintah Provinsi Sumbar telah melaksanakan sejumlah aksi dan kegiatan untuk menekan angka inflasi, namun angka inflasi di daerah ini justru malah naik.
Jika pada 2 September 2022 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menyebutkan angka inflasi Provinsi Sumbar mencapai 7,1 persen, nomor dua paling tinggi di bawah Provinsi Jambi.
Namun, pada bulan ini, Asisten II Setdaprov Sumbar, Wardarusmen, Kamis (13/10), menyebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Sumbar mencapai 8,49 persen.
Wardarusmen mengatakan, melalui konsultasi dengan BPS, terungkap, naiknya inflasi di Sumbar faktor pendorongnya adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). “Kita perlu konfirmasi ke BPS. Karena kenaikan harga BBM ini kebijakan secara nasional. Kenapa Sumbar menjadi utama rekor pendorong inflasi?” tanyanya.
Ternyata, penyebabnya tingkat konsumsi BBM di Sumbar termasuk paling tinggi di Indonesia. Berdasarkan koordinasi dengan pihak PT Pertamina, data kuota BBM dari PT Pertamina untuk Sumbar pada Oktober ini diprediksi habis.
“Bahkan hingga Desember tahun ini kuota BBM sudah habis. Jadi berdasarkan korelasi kuota BBM dari PT Pertamina inilah kita bisa lihat tingkat konsumsi BBM di Sumbar cukup tinggi. Namun, meski kuota sudah habis bahkan defisit, PT Pertamina tetap menjamin kebutuhan BBM untuk Sumbar tetap terpenuhi,” terangnya.
Jadi, pendorong kenaikan angka inflasi ini menurut Wardarusmen, disebabkan karena kebijakan nasional menaikan harga BBM. Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah sektor transportasi.
Salah satunya pada transportasi udara. Jumlah penerbangan pesawat di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) yang dipengaruhi mekanisme pasar. Tingginya permintaan calon penumpang, berdampak harga tiket naik.
“Jadi permintaan penumpang naik pesawat meningkat dibandingkan jumlah penerbangan di Sumbar saat ini,” terangnya.
Termasuk juga pengaruh transportasi lokal, seperti angkutan kota (angkot) dan transportasi antar kota dalam provinsi (AKDP). Hingga saat ini kenaikan tarif angkutan belum juga ditetapkan oleh pemerintah. Tapi saat ini ada beberapa angkutan yang sudah menaikan tarif.
“Meski demikian, kenaikan tarif angkutan ini masyarakat belum ada keluhan saat ini. Mungkin kondisi saat ini masyarakat paham saja dengan kenaikan tarif angkutan ini,” terangnya.
Sementara, dari komoditi pertanian, inflasi menurut Wardarusmen sudah mulai turun. Jika bulan sebelumnya, harga komoditi pertanian yang naik ini menjadi pendorong inflasi, sekarang dengan harga yang sudah turun, berdampak inflasi juga turun.
“Artinya, sejumlah kegiatan aksi yang berkontribusi untuk mendorong turunnya inflasi, seperti bazar dan lainnya sudah berhasil. Namun, di sektor lain yang menjadi komponen pendorong kenaikan inflasi menurut BPS, seperti BBM, justru naik,” terangnya.
Untuk mengatasi inflasi ini, hingga akhir tahun 2022 ini, Pemprov Sumbar akan terus melakukan monitoring dan mitigasi, melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Bank Indonesia (BI), instansi vertikal lainnya serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Kita juga sering melaksanakan rapat dengan OPD yang punya aksi langsung di lapangan. Monitoring dan mitigasi terus dilakukan. Apalagi akhir tahun ini, mobilitas masyarakat akan tinggi karena menghadapi libur akhir tahun. Kondisi ini akan berdampak ekonomi mulai bergerak. Sektor pariwisata juga akan menggeliat kembali,” terangnya. (fan)
