SUDIRMAN, METRO – Pemprov Sumbar enggan mengomentari terkait persoalan penyelidikan dugaan korupsi di Hotel Balairung yang terletak di Jalan Matraman Raya 19, Jakarta Timur yang merupakan salah salah satu BUMD Pemprov Sumbar tersebut.
Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit mengaku bahwa dia tidak mengetahui apa pun terkait persoalan itu. Bahkan Nasrul enggan berkomentar panjang soal hal tersebut. “Maaf bapak kurang tahu masalahnya, tanya ke pak Sekda aja ya,” singkat Nasrul, Kamis (3/1) saat dihubungi POSMETRO.
Serupa dengan Nasrul, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumbar, Alwis juga bersikap demikian. Alwis juga mengaku, tidak dapat memberikan komentar, lantaran masih terhitung baru dalam menjabat sebagai Sekda sehingga tidak memahami seluk-beluk Hotel Balairung.
“Saya belum paham seperti apa teknis Hotel Balairung ini. Karena saya kan baru kemarin ini diangkat jadi Sekda,” aku Alwis.
Pakar Ekonomi dari Universitas Andalas (Unand), Syafruddin Karimi menilai, rentetan masalah yang terjadi di Hotel Balairung yang dikelola oleh PT Balairung Citrajaya Sumbar tersebut membuktikan bahwa penanaman modal Sumbar di DKI menimbulkan kesan bahwa Sumbar bukan tempat yang menarik untuk membangun hotel.
“Saya sebagai warga Sumbar sudah mengingatkan berkali-kali dengan kalimat, investasi hotel di DKI melalui APBD memberi makna bahwa pemerintah daerah mengibarkan bendera bahwa investasi di Sumbar tidak menarik,” ujar Syafruddin.
Syafruddin menambahkan, apalagi selama ini pemberitaan yang kerap muncul terkait Hotel Balairung justru membuat masyarakat Sumbar tambah kecewa. Seperti, berita soal penyegelan hotel yang dilakukan oleh Pemda DKI karena ada kelalaian tidak dapat membayar kewajiban pajak.
“Sudahlah manfaat BUMD ini untuk Sumbar belum kunjung ada, malah disegel karena tidak bayar pajak. Ini merusak citra Sumbar, khususnya warga Minang, yang dikenal sebagai pengusaha ulung,” ucap Guru Besar Ekonomi itu.
Atas kejadian tersebut, Syafruddin berharap agar Pemprov Sumbar meninjau kembali segala kebijakan yang berkaitan dengan Hotel Balairung. Sebab, secara nyata hotel tersebut sama sekali tidak memperkuat citra Sumbar di dunia investasi dan bisnis. Terlebih, biaya untuk mengawal BUMD itu tidak murah. Untuk apa dipertahankan.
Wakil Ketua DPRD Sumbar, Arkadius Datuak Intan Bano memaparkan, Hotel Balairung di bawah manajemen PT Balairung Citrajaya Sumbar selesai dibangun 2012 dan beroperasi pada 2013. Arkadius tak menampik bahwa Hotel Balairung belum mampu memberikan deviden untuk Sumbar. Ia pun meminta perusahaan itu dikelola lebih profesional.
“Terkait laporan masyarakat tentang dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung, kepolisian agar bisa melakukan kajian dan pendalaman. Jika terbukti ada pelanggaran, kami dukung penyelesaiannya di ranah hukum,” sebut Arkadius.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sumbar, Kombes Pol Margiyanta mengatakan, pihaknya juga telah mengirim surat pemanggilan kepada sejumlah saksi untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam pengelolan Hotel Balairung. Margiyanta menyebutkan, pihaknya telah melakukan penyelidikan sejak pertengahan Desember lalu, termasuk mengunjungi lokasi keberadaan Hotel Balairung di Jakarta.
“Kami sudah panggil sejumlah saksi terkait dugaan korupsi ini. Tinggal menunggu mereka datang memenuhi panggilan, kami lakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Tinggal menunggu saja, yang jelas bagaimana pun ini kami tetap memproses kasus ini karena ini juga tindak lanjut atas laporan yang masuk dari masyarakat,” kata Kombes Pol Margiyanta.
Sebelumnya, Kombes Pol Margiyanta menyebutkan, pertengahan Desember lalu pihaknya menerima laporan dari masyarakat, bahwa terjadi dugaan korupsi dalam pengelolaan Hotel Balairung. Selama ini, hotel yang dibangun dari APBD Provinsi Sumbar tersebut belum banyak berkontribusi atas pemasukan daerah, bahkan hotel tersebut cenderung merugi setiap tahun. (mil)


















