PADANG, METRO–Mantan anggota DPRD Padang Wahyu Iramana Putra angkat bicara soal pembangunan gedung DPRD di Aia Pacah yang menelan biaya hingga Rp 117,4 miliar. Menurut dia, pembangunan tersebut terkesan dipaksakan dan pimpinan serta anggota DPRD Padang dinilai tidak memahami fungsinya sebagai wakil rakyat yang dipilih rakyat.
“Sebagai komisaris (wakil rakyat) ialah pemegang saham, makanya eksekutif mengusulkan ke DPRD untuk menetapkan APBD dan Perda yang tak bertentangan dengan aturan yang ada,” ucap Wahyu Iramana Putra, Senin (25/7)
Menurutnya, pimpinan dan anggota DPRD Padang tidak suka membaca Peraturan yang telah keluar dari perda yang telah dikeluarkan/ ditetapkan sendiri. Ia mengatakan, ada yang mengerti tak mau bicara, ada yang mau bicara tapi tidak sesuai aturan karena tidak paham. Jadi SKPD menjadi ketawa/tersenyum. Apalagi organisasi vertikal lainnya.
“Mengemukakan pendapat jangan asal bicara saja, kalau tak berkualitas kita akan diatur dan diabaikan orang,” papar mantan Wakil Ketua DPRD Padang ini.
Dikatakannya, pembangunan gedung DPRD Kota Padang di pusat pemerintahan Aia Pacah, Koto Tangah yang menelan dana APBD Kota Padang Rp117,4 miliar terkesan dipaksakan. “Kenapa pembangunan gedung DPRD mesti dipaksakan. Sementara di satu sisi, tunjangan ASN dipotong, honorer dihabisi?”
Menurutnya, di tengah anggaran APBD yang terbatas pasca Covid-19, sudah selayaknya pembangunan gedung DPRD yang menelan dana ratusan miliar itu tidak dipaksakan.
Selanjutnya, dengan alasan anggaran, tunjangan ASN dipotong, honorer ditiadakan dengan karena aturan dari pusat. “Kalau soal anggaran, janganlah yang akan menyempitkan perekonomian orang, itu pula yang dipotong,” katanya.
Ia menguraikan, soal pemindahan gedung DPRD Kota Padang. Menurutnya, sejak zaman Wali Kota Padang Zuiyen Rais, gedung DPRD Kota Padang direncanakan pindah ke gedung Bagindo Aziz Chan.
“Saya masih ingat, sejak zaman Wali Kota Pak Zuiyen Rais, rencana kantor DPRD di gedung Bagindo Aziz Chan. Anggarannya cuma Rp30 miliar. Ditambahkan mobiler Rp10 miliar, sehingga anggarannya hanya Rp40 miliar, tak sampai ratusan miliar,” terangnya.
Untuk membangun gedung DPRD di Aia Pacah lanjutnya, menghabiskan anggaran tidak sedikit, yaitu Rp117,4 miliar. Dan ini sangat menyedot anggaran APBD Kota Padang di tengah keterbatasan anggaran pascapandemi Covid-19.
Soal pembahasan KUA-PPAS lanjutnya, mestinya dalam pembahasan KUA PPAS, yang dibahas adalah program yang prioritas dari visi misi Wali Kota. Visi misi Wali Kota sekarang Mahyeldi-Hendri Septa, belum pernah drubah.
Dikatakannya, kenapa tunjangan dipotong, pegawai honor dihapuskan. Untuk pegawai honor itu cuma menghabiskan sekitar Rp1,3 miliar. Padahal itu menggerakan perekonomian. “Kita butuh pegawai kontrak atau honor,” katanya.
Wahyu menyarankan, dalam pembahasan KUA-PPAS, DPRD Kota Padang fokus membahas program prioritas dari program unggulan Wali Kota Padang berdasarkan visi misi.
“Saran saya, carilah program yang prioritas dari visi misi Wali Kota itu. Jangan sampai soal penganggaran itu memotong tunjangan dan pegawai honor yang dihabisi,” tegasnya.
Mirisnya, kata Wahyu, saat ini seakan-akan legislatif malah didikte oleh eksekutif. “Hari ini saya malah melihat, legislatif malah didikte oleh eksekutif. Padahal, eksekutif sebenarnya hanya mengusulkan program berdasarkan visi misi Wali Kota. DPRD yang memutuskan sebagai wakil rakyat, bukan eksekutif,” pungkas Wahyu. (ade)