JAKARTA, METRO–Karo Paminal Divisi Propam Polri, Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan (Jaksel) Kombes Budhi Herdi Susianto menyusul status Irjen Ferdy Sambo yang dinonaktifkan dari jabatannya. Penonaktifan ini terkait dengan sengkarut penanganan perkara Brigadir Yoshua alias Brigadir J yang tewas tidak wajar di rumah dinas Kadiv Propam.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan secara langsung menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam untuk menepis spekulasi liar yang muncul dari kasus tewasnya Brigadir J.
Dinonaktifkannya Brigjen Hendra dan Kombes Budhi diumumkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo saat konferensi pers bersama Dirpidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian, di Mabes Polri, Rabu malam (20/7).
“Yang pertama yang dinonaktifkan adalah Karopaminal Brigjen Pol Hendra Kurniawan, yang kedua yang dinonaktifkan adalah Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto,” kata Irjen Pol Dedi.
Karopaminal disebut-sebut oleh tim kuasa hukum keluarga Brigadir J mengintimidasi keluarga ketika mengantarkan jasad ke kampung halaman di Muarojambi. Sedangkan Kombes Budhi dituduh tidak profesional dan menyalahi prosedur dalam penanganan perkara tewasnya Brigadir J yang dianggap akibat perbuatan pelecehan yang dilakukan kepada istri Irjen Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi.
Namun, Irjen Pol Dedi menekankan, penonaktifan ini merupakan bentuk komitmen dari Kapolri Sigit yang telah membentuk tim gabungan khusus (timsus) untuk menangani perkara Brigadir J secara transparan. “Arahan Kapolri tim harus bekerja secara profesional dan ilmiah,” tuturnya.
Apresiasi Langkah Pencopotan
Sementara, Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengapresiasi langkah pencopotan jabatan Ferdy. Namun, menurutnya langkah pencopotan Irjen Ferdy Sambo itu dinilai terlambat setelah banyak desakan yang meminta hal tersebut.
“Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik,” kata Bambang.
Menurutnya, kasus yang hingga kini masih terus bergulir ditemukan sejumlah kejanggalan. “Mulai tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Perkap 8/2009, menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan kejanggalan itu nantinya bermuara kepada tingkat ketidakpercayaan publik kepada Polri. “Rangkaian pernyataan maupun tindakan yang dilakukan oleh kepolisian tersebut tentu tak bisa lepas dari monitor publik,” jelasnya. (jpg)
