INDARUNG, METRO–Berbeda dari tahun sebelumnya, peringatan 64 tahun pengambilalihan PT Semen Padang dari tangan Belanda, Selasa (5/7), digelar dengan berbagai rangkaian kegiatan dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Perayaan HUT dimulai dengan kegiatan Senam Sehat dan dilanjutkan peresmian PLTA mini, Leader Cafe, dan Kick Off Liga Basket.
Senam Sehat diikuti jajaran direksi dan juga para karyawan serta FKIK, Selasa pagi di Plaza Kantor Pusat Semen Padang, berlangsung meriah. Kegiatan ini juga diisi dengan doorprize dan info kesehatan serta adanya cek kesehatan gratis. Selain itu, juga dilakukan launching aplikasi Nabuang Sarok.
“Meski dilaksanakan sederhana, namun tidak mengurangi arti pentingnya peristiwa bersejarah dari momentum itu. Alhamdulillah, tahun ini kita bisa merayakan HUT bersejarah ini secara tatap muka. Setelah dua tahun berturut-turut perayaan HUT hanya dilakukan secara virtual,” ungkap Kepala Unit Humas & Kesekretariatan PT Semen Padang Nur Anita, kemarin.
Di sisi lain, Nur Anita berharap momentum HUT ke-64 Pengambilalihan PT Semen Padang itu dapat menjadi spirit bagi semua insan Semen Padang Group untuk meningkatkan kinerja, mencapai visi misi dan program perusahaan.
“Dalam konteks kekinian, PT Semen Padang kini menghadapi realitas kompetisi yang ketat di industri semen nasional, dengan banyaknya para pemain asing. Kondisi itu tentunya harus dijawab oleh semua insan perusahaan dengan kerja keras, dan kerja cerdas agar perusahaan ini bisa sukses menghadapi persaingan yang ditandai dengan over supply dan turunnya demand,” katanya.
Momentum HUT pengambilalihan ini, kata Anita, juga diharapkan dapat menjadi semangat untuk bangkit (rise) dan mandiri.
Peresmian PLTA Mini
Usai Senam Sehat, Direktur Keuangan dan Umum PT Semen Padang Oktoweri meresmikan PLTA Pico Hydro PT Semen Padang. PLTA ini adalah memanfaatkan aliran air pipa suplai water treatment plant Indarung VI dengan daya yang dihasilkan sebesar 5 kW.
“Isu dari pembangunan PLT mini atau PLTA Pico Hydro ini adalah untuk mengurangi pemakaian listrik yang sudah deposit. Dan, kami di Semen Padang berinovasi dengan memanfaatkan air untuk pemakaian listrik ini. Air dianggap lebih mudah,” ungkap Oktoweri.
Meskipun kecil, menurut Oktoweri, PLTA ini bisa dikembangkan untuk kebutuhan skala kecil dan mengurangi pemakaian listrik dari PLN. “Ini murni inovasi teman-teman dari Semen Padang. Bahkan, untuk pembuatannya juga memakai material sisa, sehingga tidak ada yang terbuang. Dan, hitung-hitungannya listrik bisa hemat Rp3 juta per bulan dan biaya pembuatan PLTA mencapai Rp100 juta,” ulas Oktoweri.
“Dari kebutuhan listrik sebesar 90 MW, sebanyak 10 persen sudah dari energi terbarukan,” lanjutnya.
Sementara untuk kerja dari PLTA Picro Hydro ini adalah, dengan memanfaatkan elevasi sumber air dari pipa yang kemudian aliran air tersebut menghasilkan energi untuk memutar turbin. Selanjutnya, diteruskan ke poros untuk menggerakan generator sehingga menghasilkan listrik.
“Sampai saat ini kita sudah memanfaatkan air sebagai sumber listrik. Sebelumnya, Semen Padang sudah sudah memakai solar sel di pabrik kantong.
Peristiwa Bersejarah
Untuk diketahui, setiap tanggal 5 Juli 2021, PT Semen Padang memperingati pengambilalihan PT Semen Padang dari tangan Belanda. Tepat 64 tahun lalu (5 Juli 1958), di Jakarta, terjadi peristiwa bersejarah, penyerahan NV Padang Portland Cement Maatschappij (PPCM), dari pemerintah Belanda yang diwakili Ir.Van der Land, selaku Hoofadministrateur kepada pemerintah Indonesia yang diwakili J.Sadiman, Direktur Badan Penyelenggara Perusahaan Industri dan Tambang (BAPPIT).
Momentum yang merupakan tonggak sejarah penting itu kemudian ditetapkan sebagai HUT Pengambilalihan PT Semen Padang (nasionalisasi) dan diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.
Saat itu tak hanya NV PPCM yang dinasionalisasi, tetapi juga pengalihan pemilikan 90 persen produksi perkebunan, 60 persen produksi perdagangan luar negeri, 246 pabrik dan perusahaan pertambangan, bank, pelayaran, industri, dan jasa. Semua perusahaan ini, kemudian dikelola oleh negara, bukan oleh swasta yang dinilai masih belum berpengalaman.
Guntur Subagja & Abdullah Khusairi dalam buku 110 Tahun Semen Padang dan kisah-kisahnya dulu menceritakan, pada 5 Juli 1958, Ir Van der Land, Hoofadministrataur NV Padang Portland Cement Maatschappij (PPCM), tersenyum kecut saat menjabat tangan Ir. J. Sadiman.
Hari itu, terjadi sebuah peristiwa yang murung bagi Belanda dan sebaliknya bagi Indonesia. Jabat tangan kedua tokoh berbeda bangsa dan warna kulit tersebut menandai berakhirnya kekuasaan Belanda atas pabrik semen Indarung.
Inilah salah satu kebijakan pemerintah Indonesia yang baru lahir melalui Kabinet Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1 Agustus 1953- 12 Agustus 1955).
Menteri Perekonomian pada kabinet ini, Mr. Iskag Tjokrohadisoerjo, berhasil membuat kebijaksanaan yang terkenal dengan Kebijaksanaan Indonesianisasi.
Kebijaksanaan tersebut bertujuan merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Untuk itu, pengusaha swasta pribumi harus dibantu sehingga mereka bisa berkembang.
Pemerintah kemudian mendesak perusahaan-perusahaan asing di Indonesia, termasuk tentunya NV PPCM, untuk melakukan alih-teknologi dan mengadakan pelatihan-pelatihan bagi rakyat Indonesia.
Tidak hanya itu, perusahaan asing juga dituntut untuk memberikan kedudukan yang layak bagi karyawan pribumi.
Pada tingkat selanjutnya, perusahaan asing diharuskan menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha nasional.
Bahkan diwajibkan memberikan perlindungan dengan maksud pengusaha pribumi dan badan usaha yang didirikannya mampu bersaing secara sehat di jalur bisnis.
Meskipun ada kebijaksanaan yang demikian, namun tetap saja sulit bagi pemerintah Indonesia untuk mengontrol perusahaan-perusahaan asing tersebut.
Dan keberadaan perusahaan-perusahaan itu tak banyak berarti bagi perekonomian negara maupun kepada perekonomian rakyat secara langsung.
Keadaan inilah yang nampaknya kemudian mendorong pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang lebih radikal mengambil alih semua perusahaan asing, khususnya milik Belanda, di Indonesia.
Pada 5 Juli 1958 itu, J. Sadiman bertindak atas nama Direktur BAPPIT yang berada di bawah Kementerian Perindustrian Dasar dan Tambang (Perdatam).
Ia menjalankan amanat Undang-Undang No. 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi. Isinya, semua perusahaan milik Belanda diserahkan kepada Indonesia.
Selain pabrik Semen Padang, perusahaan milik Belanda lainnya yang diambil alih antara lain NV Papierfabriek Padalarang, NV Nijmegen Papierfabriek, NV Banddoengsche Kininefabriek, NV Goodyear Tire & Rubber Company Ltd., NV Nederlands Indische Portland Cement, NV De Braat, NV De Industrie, CV De Vulkaan, dan lain-lain.
Dua tahun setelah diambil alih, pemerintah mengubah status pabrik semen peninggalan Belanda ini menjadi Perusahaan Negara (PN) Semen Padang, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) nomor 135 tahun 1961. Pada tahun 1972, berubah menjadi PT Persero berdasarkan PP Nomor 07 tahun 1971. (ren)
