ADINEGORO, METRO–Minang tengah menjadi perbincangan di media sosial Twitter karena usaha kuliner yang menjual masakan Padang dengan lauk babi. Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) Andre Rosiade telah menerima aduan terkait hal tersebut.
Usaha kuliner yang dimaksud mempromosikan dagangan mereka via online, baik di marketplace maupun di Instagram. Usaha kuliner ini disebut berlokasi di Jakarta.

“Sebagai Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang, saya sudah mendengar soal restoran di Jakarta yang bikin keresahan masyarakat Minang. Hal ini disebabkan restoran bernama Babiambo itu mengolah daging babi menjadi masakan berupa rendang,” kata Andre Rosiade dalam keterangannya, Jumat (10/6).
Andre menyebut sebagian besar masyarakat Minang memprotes lauk babi rendang itu. Andre mengimbau usaha kuliner ini menghilangkan unsur Minang dan tidak lagi menjual rendang babi.
“Kami di DPP IKM sudah mendapatkan aduan dari masyarakat seluruh Indonesia. Untuk itu, kami mengimbau pengusaha dari restoran Babiambo ini untuk mengubah nama restorannya, jangan berhubungan dengan unsur Minang,” kata anggota DPR RI asal Sumbar ini.
Kata Andre, Minangkabau itu punya falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABS-SBK) yang identik dengan nilai Islam. Sedangkan yang bersangkutan menjual babi, tentu tidak identik dengan nilai-nilai Minangkabau. Kami mengimbau kepada pengusahanya untuk mengganti nama restorannya dan jangan menjual rendang babi,” ujar Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI.
Andre menyebut rendang sebagai makanan khas Minang sehingga tidak bisa dipisahkan dari falsafah tersebut. Dia meminta tak ada lagi produksi rendang babi. “Rendang itu makanan khas Minang. Untuk itu, kami mengimbau tidak usah memproduksi rendang babi,” kata ketua DPD Gerindra Sumbar ini.
Senada, Anggota DPR RI dari Dapil Sumatra Barat 2 Guspardi Gaus kaget mendengar kabar adanya usaha kuliner yang menjual menu masakan khas Minangkabau atau nasi Padang nonhalal. Restoran masakan khas Minang itu disebut menjual produk dengan bahan dasar daging babi.
“Pemilik juga mempromosikan melalui platform daring pesan antar di mana terpampang jelas aneka masakan Minang nonhalal, nasi babi bakar, nasi babi rendang, gulai babi, nasi ramas babiambo, dan menu-menu lainnya. Bahkan, dalam keterangan di akun Instagram babiambo, dengan jemawanya menyebut sebagai yang pertama makanan padang nonhalal di Indonesia,” kata Guspardi.
Menurut Guspardi, nasi khas Padang dengan berbagai menunya merupakan produk kuliner dari Minangkabau dan dipastikan makanan tersebut halal. Pemilik restoran yang membawa-bawa nasi Padang dengan menu babi, menurut Guspardi, tak boleh dibenarkan dan dibiarkan. “Apa maksud dan motif pemilik restoran menyediakan makanan nonhalal dengan menggunakan nama menu khas Minangkabau?” tegasnya.
Guspardi menduga pemilik restoran memanfaatkan dan mendompleng ketenaran nasi Padang untuk usahanya. Namun pemilik restoran mengabaikan etika dan merusak tradisi dan citra masakan padang serta menyalahi adat dan budaya masyarakat Minangkabau.
“Penggunaan identitas Minangkabau dalam menu masakan Padang nonhalal ini jelas tidak lazim dan tidak bisa diterima. Untuk itu, kita meminta kepada pemilik untuk meminta maaf atas kelancangannya menggunakan nama dan identitas Minang dengan menu makanan berbahan babi dan makanan yang tidak halal dan pemilik segera menutup tempat usahanya,” ujar Guspardi. (*/r)
