Komisi IV, Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) provinsi Sumatera Barat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kunjungan tersebut terkait studi banding integrasi penataan pembangunan pemukiman kumuh kewenangan pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Studibanding Komisi IV dipimpin Zulkenedi Said yang juga selaku ketua Komisi IV DPRD Sumbar. “ Dalam kunjungan ini kita melakukan pertemuan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Bina Marga Cipta Karya dan Tata Ruang (BMCKTR), Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDABK) dan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta,” ungkap Zulknedi.
Ketua Komisi IV juga menyampaikan, ada beberapa poin penting dalam kunjungan ke DI Yokyakarta tersebut. Pertama, studi banding ini mempelajari tentang bagaimana integrasi penataan pembangunan pemukiman kumuh kewenangan pusat, provinsi dan kab/kota.
Kedua, Provinsi DIY menjadi tujuan karena di daerah tersebut pola pelaksanaan penataan pembangunan pemukiman kumuh, sudah sangat terkoordinasi diantara 3 tingkat kewenangan.
DIY saat ini telah sukses mengubah daerah kumuh menjadi tertata rapi. Bahkan, dijadikan destinasi wisata. Seperti di kawasan Code dan Gajahwong, penataan seperti inilah yang nantinya akan diterapkan di Sumbar.
Dulunya, lokasi tersebut merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sekarang disulap menjadi tempat destinasi wisata baru yang cukup menarik untuk warga sekitar dan wisatawan luar daerah
Ketiga, lanjutnya, seperti diketahui dalam pelaksanaan pembangunan pemukiman kumuh ini, mulai dari tahap perencanaan sudah dilakukan secra bersama disemua tingkatan, sehingga pada tahap pelaksanaannya bisa dilakukan secara bersamaan.
“ Jangan sampai terjadi tumbal sulam dalam pembamgunannya. Dengan demikian, hasil capaian pembangunan menjadi optimal dan memenuhi sasaran serta tujuan program,” jelasnya.
Kemudian, Kabupaten/Kota di Sumbar, sudah menetapkan penataan pembangunan kawasan pemukiman kumuh, sehingga kedepan, kolaborasi dan penataan pembangunan kawasan kumuh di Kabupaten/Kota di Sumbar lebih ditingkatkan sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan.
“ Ini juga berkaitan dengan Perda Pembanguman Infrasttuktur berkelanjutan yang dibuat Pemrov Sumbar yang kini sedang menunggu persetujuan Depdagri,” ungkapnya.
Dijelaskannya, penataan kawasan permukiman kumuh menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi pemerintah, khususnya bagi daerah yang memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat.
Undang-undang No 1 tahun 2011 terkait perumahan dan kawasan permukiman menyatakan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni, karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadaan bangunan yang tinggi serta kualitas sarana dan prasarananya tidak memenuhi yang diisyaratkan.
Penanganan permukiman kumuh sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang berkualitas, lingkungan yang baik, dan tentunya mencegah munculnya kumuh-kumuh baru.
“Dengan penataan pembangunan pemukiman kumuh diharapkan tidak hanya mengatasi masalah kumuh serta sarana dan prasarana infrastrukturnya saja, tapi juga untuk mengubah mindset masyarakat,” terangnya.
Permukiman kumuh diartikan sebagai lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni. Ciri-ciri permukiman kumuh antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya
Perkembangan permukiman kumuh lambat laun akan bertambah luasannya apabila pemerintah tidak memiliki regulasi yang tegas dalam pengaturan zonasi kawasan. Pengentasan kawasan permukiman kumuh melalui strategi penataan kawasan dapat dilakukan dengan tujuan untuk merevitalisasi dan meremajakan kawasan.
Dalam hal ini, peran DPRD dalam perencanaan pembangunan daerah cukup besar. Dimulai dari pembuatan Peraturan Daerah mengenai pola dasar pembangunan daerah, kemudian program tahunan yang terdapat pada APBD yang harus memperoleh persetujuan dari DPRD. (*)
















