PADANG, METRO–Sidang lanjutan gugatan praperadilan yang diajukan dua tesangka kasus dugaan korupsi ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru, RN dan J yang merupakan pegawai BPN Sumbar, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Selasa (4/1).
Pada sidang yang dipimpin hakim tunggal Rinaldi Triandoko itu dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Dua saksi ahli dihadirkan yakni, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa dan Endi Purnomo, ahli bidang pertanahan.
Saksi ahli, Eva dalam keterangannya menyebutkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 maka pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 21 Tahun 2001 tentang perubahan dan penambahan UU No 31 Tahun 1999 maka delik yang berlaku adalah delik materil yang mensyaratkan adanya akibat unsur kerugian negara.
“Kerugian negara itu harus dihitung berdasarkan audit investigasi yang dilakukan pihak berwenang. Kerugian negara menjadi bagian penting dalam proses penegakkan pidana korupsi,” katanya.
Eva mengibaratkan seperti kasus pidana pembunuhan yang membutuhkan alat bukti korban harus meninggal dunia terlebih dahulu.
“Kalau korban masih sekarat, itu kan bukan kasus pembunuhan namanya. Begitu juga dengan kasus korupsi, harus ada kerugian negara yang jelas dan pasti,” kata Eva.
Ia menerangkan dalam kasus pidana korupsi, prosesnya dimulai dari penyelidikan dan dilanjutkan ke penyidikan hingga ditetapkan tersangka. “Muaranya adalah penetapan tersangka,” jelas Eva.
Ia juga mengatakan,penyidikan adalah pengumpulan data untuk menentukan calon tersangka dalam suatu peristiwa.
“Kalau semua sudah berjalan pada mestinya, maka berikutnya penetapan tersangka. Jadi tersangka itu terakhir atau berada diekornya,”katanya.
Selain itu, Eva menyebutkan, untuk perpanjangan penyidikan itu tidak lazim. Sedangkan, hasil laporan dari suatu intelijen, itu hanyalah bukti awal. “Laporan intelijen itu, tidak ada nilainya,”tegasnya.
Dalam sidang yang digelar cukup panjang ini, saksi ahli membeberkan bahwa, untuk menentukan kerugian negara itu harus dibuktikan.
“Kalau kerugian negaranya wanprestasi bisa melalui perdata, tetapi kalau kelalaian harus dikembalikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan,”ujarnya.
Tak hanya itu, saksi ahli juga menuturkan, kata dapat itu harus dihapus, sehingganya untuk menentukan suatu kerugian haruslah pasti.
Sementara itu, ahli pertanahan Endi Purnomo menjelaskan, dalam proses pengadaan tanah, jika terjadi kekeliruan dalam pembayaran ganti rugi tanah maka pihak yang bertanggungjawab adalah penerima ganti rugi.
Ia menegaskan sesuai peraturan Kepala BPN No. 5 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah yang salah satu isi pernyataan pertanggungjawaban dari pemilik tanah sebagai penerima ganti rugi adalah.
“Apabila dikemudian hari ternyata ada pihak-pihak lain yang mempunyai atau memiliki hak atas tanah tersebut, kami bersedia menanggung segala akibat dari penyerahan tanah atau pelepasan hak,” katanya.
Ia menuturkan, pengadaan tanah itu sudah ada yang mengaturnya. “Misalkan saja harus ada dokumen yang jelas,”imbuhnya.
Saksi ahli juga menjelaskan, pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan oleh BPN. “Jadi nantinya BPN provinsi membentuk ketua dan A satgas dan B, dimana mempunyai tugas yang berbeda-beda. Selain itu, tugas dari satgas A dan B membantu pelaksana pengadaan tanah,”tuturnya.
Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi, hakim tunggal Rinaldi Triandoko menyebutkan sidang akan dilanjutkan Kamis (6/1) dengan agenda putusan. “Sidang dilanjutkan Kamis depan dengan agenda putusan,” kata Rinaldi
Sebelumnya, Asisten Intelijen Kejati Sumbar Mustaqpirin didampingi Kasi Penkum Fifin Suhendra menjelaskan, saat ini proses penyidikan masih berjalan dengan melakukan pengumpulan dokumen dan pemeriksaan saksi.
“Pengumpulan dokumen masih, dan pemeriksaan saksi ada penambahan-penambahan keterangan. Karena meminta keterangan saksi tidak hanya sekali, bisa dua sampai tiga kali,” ujarnya Kamis (30/12)
Mustaqpirin menjelaskan, berkas perkara belum dilimpahkan ke penuntut umum karena kasus dugaan korupsi ini masih dalam proses penyidikan. “Tapi akan segera kita rampungkan agar segera dilimpahkan ke penuntut umum,” imbuh Mustaqpirin.
Di sisi lain, Mantan Kajari Tebing Tinggi itu menyebut, audit kerugian keuangan negara dalam kasus ini juga sedang dalam proses penghitungan oleh Tim Audit BPKP. “Penghitungan audit sama Tim Audit BPKP sedang berjalan. Kita sedang menunggu,” kata Mustaqpirin.
Menurut Mustaqpirin, tidak tertutup kemungkinan ada tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi yang dari hasil penghitungan sementara telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 28 miliar ini.
“Tapi itu tergantung penyidik. Atau jika tidak nanti saat persidangan bisa terungkap fakta-fakta baru sehingga ada penambahan tersangka lain,” kata Mustaqpirin.
Ia menegaskan, terkait pengajuan praperadilan oleh sejumlah tersangka kasus dugaan korupsi ini, Mustaqpirin menanggapi bahwa pengajuan praperadilan tersebut merupakan hak para tersangka.
“Itu hak (para tersangka). Kita tidak pernah ada upaya untuk mencegah karena dijamin Undang-undang. Silahkan. Tapi kalau terkait pokok perkara nanti di sidang pengadilan akan kita ungkap,” sebut Mustaqpirin.
Namun demikian, Ia menambahkan, proses penyelidikan, penyidikan, hingga penetapan tersangka telah sesuai ketentuan hukum dan telah memenuhi alat bukti yang sah.
“Kami sangat hati-hati dalam memproses suatu perkara terutama perkara korupsi ganti rugi lahan tol ini. Karena yang kita tangani ini crime, kejahatan,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Sumbar telah menetapkan 13 orang tersangka dan melakukan penahanan, terkait ganti rugi lahan pembangunan jalan tol yang berlokasi di Taman Kehati Padang Pariaman. (hen)


















