Gelombang Tsunami Kesenian dari Minangkabau Menuju Dunia
SUDIRMAN, METRO – Tahun 2018 ini, KABA Festival yang dilaksanakan 26 November-2 Desember di Ladang Tari Nan Jombang, memasuki tahun ke-5 penyelenggaraannya. Pada mulanya, KABA Festival diselenggarakan pada tahun 2014 secara swadaya oleh Nan Jombang Dance Company, yang didukung oleh lima seniman Sumbar.
Lima seniman ini membentuk komunitas “Galombang Minangkabau”. Mereka terdiri dari, Ery Mefri (Nan Jombang Company), S Metron Masdison (Ranah Performing Arts Company), Joni Andra (Impressa Dance Company), Hasnawi (Langkok Group) dan Irmun Krisman (Parewa Limo Suku).
Lima kelompok seni ini mewakili tiga genre tari, musik dan teather sama berakar pada tradisi Minangkabau. “Pelaku seni di Sumbar juga banyak yang memiliki potensi. Hanya saja mereka belum memiliki kesempatan untuk dilihat dan dikenal dunia. Kesempatan itulah yang ingin KABA Festival berikan pada para seniman,” ujar Ery Mefri, Pimpinan Komunitas Galombang Minangkabau.
Dalam sejarah hadirnya KABA Festival, berawal saat tahun 2014 lalu, Ery Mefri menghadap Gubernur Sumbar, untuk menyampaikan ide membuat sebuah pasar seni pertunjukan untuk potensi yang ada di daerah. “Percuma kalau kita merasa hebat tetapi tidak ada yang tahu. Nan Jombang juga lahir dari pasar hingga kami sampai seperti ini,” ujar Ery Mefri.
Gubernur Sumbar menyambut baik ide tersebut dan langsung menghubungi dinas terkait waktu itu juga, yakni Kepala Dinas Pariwisata Sumbar. Tanggapan dan semangat kepala dinas kepada Gubernur Sumbar waktu itu, tidak sesuai dengan kenyataan di hari-hari berikutnya dan tidak pernah terealisasi.
“Waktu itu saya berpikir, kenapa saya harus menunggu kebijakan dari orang yang tidak senang dan tidak mengerti sama sekali dengan budaya dan seni. Berharap pada orang yang membenci, meminta kepada orang yang tidak suka, ini merupakan harapan yang semu,” ujar Ery Mefri.
Dengan pemikiran ini, dengan tekad yang kuat tahun itu juga 2014 lahirlah KABA Festival untuk mendampingi Festival Nan Jombang yang telah lahir satu tahun sebelumnya. Dilengkapi oleh seniman yang bicara di akhir bulan berbentuk diskusi dan lahir setahun sesudahnya, sekaligus mendirikan komunitas Galombang Minangkabau. Tekadnya, untuk melahirkan gelombang tsunami kesenian dari Minangkabau ke seluruh dunia.
Ery Mefri mengungkapkan, proses sebuah karya seni tidak bisa instan selesai dalam satu hingga dua bulan saja. Harus ada proses panjang yang berkelanjutan selama bertahun-tahun, agar karya semakin matang, sehingga bisa dinikmati. “Proses yang berkelanjutan inilah yang menjadi cirikhas para seniman yang akan terjun dalam KABA Festival,” ungkapnya.
Di Minangkabau, kesenian adalah adalah pamenan anak nagari. Berkesenian bukan hanya untuk kebutuhan sebuah perhelatan festival semata. Melalui KABA Festival, diharapkan agar seniman-seniman lain dapat terpancing untuk selalu berproses, berkarya dan menampilkannya di mana saja. Oleh karena itu, inilah saatnya memulai sebuah ruang seni pertunjukan yang diselenggarakan oleh seniman-seniman sendiri.
Ery Mefri mengungkapkan, tahun ini, KABA Festival V kembali dilaksanakan di Ladang Tari Nan Jombang. Karena itu, perlu berbenah diri dan merefleksi ulang perjalanannya yang terwujud dalam program 60 35 30. Pameran Qoutes 60 tahun Ery Mefri, 35 tahun perjalanan karir Nan Jombang Dance Company dan pameran foto 30 tahun kiprah Nan Jombang Dance Company menyelenggarakan festival seni pertunjukan.
KABA Festival V tahun 2018 nantinya melibatkan peserta dari Indonesia, seperti, ACO Dance Company dari Makasar, Aqick Percussion (Jakarta), Komunitas Tari Galang Performing Art (Padang), PLT Laksemana (Riau), Widyarini NJ (Jakarta) dan lainnya. Selain itu, juga peserta dari mancanegara, yakni Negara Jepang Australia, Swedia, Perancis dan Belanda.
KABA Festival V juga bekerjasama dengan Platform Indonesiana, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada program Silek Arts Festival, Dinas Kebudayaan Sumbar, serta didukung oleh BEKRAF, Bakti Budaya Djarum Foundation dan PT Semen Padang. (rel/fan)


















