SAWAHAN, METRO–Fraksi Demokrat DPRD Padang dengan tegas menolak rencana pajak pangan atau sembako dan pendidikan. Ketua Fraksi Demokrat DPRD Padang, Surya Jufri menyampaikan jika pemerintah menetapkan pajak pangan dan pendidikan tentu akan menjadi beban berat bagi warga. Apalagi corona virus masih melanda negeri ini.
“Kader Partai Demokrat menolak keras kebijakan itu dan akan menyurati DPR RI segera,” ujarnya, Rabu (23/6).
Ia mengatakan, belum sepantasnya pemerintah memberlakukan pajak pada sektor itu dan pemberlakuannya hsrus nelewati kajian yang matang. Supaya pro dan kontra di masyarakat tak terjadi dan kesejahteraan mereka tetap dirasakan.
“Kita berharap pemerintah memikirkan bagaimana ekonomi warga naik kembali ditengah pandemi. Bukan mencekik warga atau menambah beban lagi,” ucap Bitel sapaan wakil rakyat ini.
Ia bersama anggota dewan yang ada siap memperjuangkan penolakannya sampai ke pusat serta DPRD Provinsi fraksi Demokrat akan dirangkul dan komunikasikan dalam waktu dekat. “Kita tak akan bisu terkait masalah ini,” ucapnya.
Rencana Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada bahan kebutuhan pokok alias sembako mengagetkan masyarakat. Sebelumnya, pemerintah berencana menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. Dengan demikian, produk hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan kehutanan bakal menjadi barang kena pajak yang dikenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Meski demikian, sejauh ini pemerintah belum menentukan tarif mana yang akan diberlakukan. Terdapat beberapa opsi yang menjadi pertimbangan, yakni PPN Final 1 persen, tarif rendah 5 persen, atau tarif umum 12 persen.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bahan pokok menjadi kelompok barang yang dikecualikan sebagai objek pajak. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/2020 menyebutkan setidaknya ada 14 kelompok barang yang tidak dikenai tarif PPN, di antaranya adalah beras dan gabah, jagung, sagu, garam konsumsi, gula konsumsi, susu, kedelai, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perkara PPN akan termuat dalam draf RUU KUP yang sampai saat ini belum dibacakan dalam Rapat Paripurna DPR. Sehingga, dari sisi etika politik, ia merasa belum bisa menjelaskan kepada publik sebelum dibahas dengan DPR.
“Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan ke DPR melalui Surat Presiden dan oleh karena itu situasinya menjadi agak kikuk karena kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan ke DPR juga,” ujar dia.
Lantaran belum menjelaskan secara keseluruhan mengenai arsitektur perpajakan yang dirancang pemerintah, ia mengatakan informasi yang keluar pun hanya sepotong-sepotong. “Yang kemudian di-blow up seolah olah menjadi sesuatu yang tidak mempertimbangkan situasi hari ini.”
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah pemulihan ekonomi. Sehingga, semua instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pun dikerahkan untuk mengonstruksi pemulihan ekonomi dari sisi pasokan dan permintaan. Bahkan, ia pun telah memetakan para pelaku ekonomi dari yang terpukul akibat Covid-19 hingga yang diuntungkan, serta sektor yang lambat dan cepat bangkit dari imbas pagebluk. (ade)