PADANG, METRO–Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Padang mendesak Pemko Padang untuk segera membatalkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Padang Nomor 870.364/BPBD-Pdg/V/2021 soal jam operasional rumah makan, restoran, kafe, mall dan usaha lainnya.
Wakil Ketua Kadin Padang, Maidestal Hari Mahesa mengatakan, SE Wako sudah membuat gaduh di masyarakat. Sebab, ia menilai SE itu diterbitkan tanpa pertimbangan dan kondisi dunia usaha di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
“Apakah Wali Kota Padang Hendri Septa mengeluarkan surat tanpa mempertimbangkan, mengkaji dan melihat kondisi dilapangan?,” katanya.
Terkait pelaksanaan SE tersebut, pria yang akrab dipanggil Esa ini mempertanyakan sejumlah hal, salah satunya yakni sosialisasi pelaksanaan protokol kesehatan, pembentukan tim gabungan untuk penegakan prokes, serta penetapan sanksi pelanggaran prokes sesuai Perda bagi tempat hiburan maupun sarana kuliner yang tidak menyediakan kelengkapan kebersihan.
“Lalu apa guna studi banding dan habiskan biaya hingga miliaran untuk lainnya mengenai antisipasi penanganan Covid-19?,” ujar Esa.
Kemudian soal pelarangan itu pula ia juga mesinyalir SE ini menjadi cikal bakal penetapan jam malam di Kota Padang. “Kalau malam dilarang, kenapa siang tidak dilarang juga?,” ucap dia.
Surat edaran ini, menurutnya jelas berpotensi menciptakan gaduh karena bersinggungan dengan aktivitas masyarakat yang sedang mencari nafkah, serta potensi prakiek pemerasan yang bisa saja dilakukan oleh oknum kepada pemilik usaha dengan menggunakan SE ini.
Selanjutnya Esa kemudian mempertanyakan efektifitas pelaksanaan penutupan usaha dengan konsep jam malam tersebut untuk kegiatan masyarakat.
“Apakah efektif dengan penutupan dan diberlakukannya jam malam pada kegiatan usaha masyarakat tersebut?,” tukas pria yang juga Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini.
Ia menyarankan agar Pemko mencabut kebijakan-kebijakan yang tidak bisa dilaksanakan secara konsisten dan malah akan berdampak kepada wibawa Pemko Padang sendiri yang saat ini dipimpin Wali Kota Hendri Septa.
“Janganlah bikin aturan yang jika pun akan diterapkan tapi tidak mampu dan konsisten dalam penerapannya,” tegasnya.
Esa sendiri sebagai tokoh pengusaha mengaku sudah banyak mendapatkan keluhan dari pelaku usaha kafe, rumah makan dan restoran terkait kebijakan Pemko Padang.
“Dan juga banyak para pelaku usaha rumah makan, kafe, dan juga bahkan pedagang kaki lima yang bertanya kepada kami tentang surat “ngasal” ini, mereka sangat sayangkan surat edaran yang dikeluarkan ini. Semoga wali kota kembali keluarkan surat edaran baru untuk memperbaikinya, agar keresahan bagi para pedagang ini tidak berdampak juga kepada popularitas uda Hendri Septa sebagai wali kota,” jelasnya.
Pertanyaan dan keluhan dari Esa ini juga diamini oleh salah satu pengusaha kafe di Kota Padang, AF. Ia menilai kegiatan operasi penerapan prokes dan operasional tempat usaha ini cenderung tidak memikirkan nasib pengusaha.
“Dengan pengurangan jam operasional ini otomatis mengurangi omzet kami. Ketika omzet kami berkurang, kami harus memotong gaji karyawan, bagaimana nasib mereka? Apalagi karyawan yang sudah berkeluarga,” papar dia.
Di sisi lain, ia juga mempertanyakan kondisi prokes petugas yang melaksanakan razia. “Di sini, setiap tamu kami wajibkan untuk pakai masker, jaga jarak dan mencuci tangan, tempatnya sudah kami sediakan untuk kelengkapan prokes ini. Tapi saat razia, petugas tampak malah tidak melaksanakan prokes,” sebut dia.
“Saat razia, petugas enak saja menyentuh tamu-tamu tanpa mencuci tangan dan prokes yang jelas. Jangan malah nanti saat kami patuh aturan, dan kenyamanan tamu kami, virus itu datang malah dari petugas yang razia. Sudah saatnya pemerintah meninjau ulang atau bahkan membatalkan SE ini,” tutupnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polresta Padang, Kompol Andi Parningotan Lorena mengatakan bahwa pihaknya dan Pemko Padang telah melaksanakan penegakan aturan sesuai dengan prosedur berlaku. Bagi yang baru pertama kali melanggar, ulasnya, akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp100 ribu, kemudian yang dua kali, dendanya Rp250 ribu.
“Hampir disetiap kami melaksanakan operasi yustisi (Covid-19), tentunya pelanggar dilakukan tes swab, kemudian jika ada yang reaktif, akan diuji kembali sebelum dipastikan benar-benar positif,” tuturnya. (heu/rom)
