PDG. PANJANG, METRO
Konflik tapal batas Sumpur dan Padang Laweh Malalo kembali memanas. Masyarakat bersama ninik mamak Nagari Malalo, Tigo Jurai Kecamatan Batipuh Selatan Kabupaten Tanahdatar murka atas terbitnya sertifikat sepihak atas tanah ulayat kaum milik Malalo yang berada di Jorong Rumbai, Nagari Padang Laweh Malalo. Atas kemarahan itu, warga melakukan aksi pembakaran belasan sepeda motor yang diduga milik warga Sumpur. Senin (12/10).
Permasalahan berawal dari penerbitan sertifikat oleh BPN Tanahdatar di wilayah ulayat Padang Laweh Malalo atas nama seseorang bernama Isna melalui permohonan di Nagari Sumpur. Belakangan, diduga telah muncul sertifikat lain yang sudah dijual kepada seorang pengusaha di Jakarta.
Tidak tanggung-tanggung, ulayat Malalo yang disertifikatkan diduga mencapai 60 hektar. Sesuai dari plang yang bermerek bertuliskan, Kawasan wisata olahraga atas izin karunia dan barokah Allah SWT akan di bangun kawasan pendidikan wisata dan olahraga Siti Nurjanah, rekomendasi Gubernur Sumatera Barat No.120.4/120-PERIZ/DPM & PTSP/IX-2020 tanggal 18-09-2020.
Diduga akibat dipasangnya plang merk dilindungi pagar besi tersebut membuat geram masyarakat Malalo Tigo Jurai. Mereka berkumpul di titik tapal batas antara Padang Laweh Malalo dan Nagari Sumpur.
Dari keterangan Tokoh Pemuda Malalo, Tigo Jurai, Apriadi menyebutkan, sekitar 200 warga dari Malalo Tigo Jurai banyak yang berkumpul di titik batas wilayah mereka dengan membawa senjata tajam dan kayu untuk pelindung diri demi memperjuangkan hak mereka, diduga pemasangan plang merek tersebut di baru dipasang tadi pagi oleh beberapa orang dari Sumpur.
“Masyarakat Malalo Tigo Jurai tidak terima tanah ulayat mereka diklaim sepihak oleh beberapa orang dari Nagari Sumpur. Malahan tanah ulayat tersebut sudah disertifikatkan dan saat ini sedang dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Padangpanjang,” kata Apriadi.
Disampaikannya, meskipun tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, tetapi massa yang sudah tersulut emosi membakar belasan sepeda motor yang berada di dekat lokasi.
“Kami terus mencoba menenangkan massa yang bertambah banyak di lokasi, tetapi masyarakat yang sudah tersulut emosi tidak bisa ditahan. Untung pihak kepolisian dari Polsek Batipuh dan Koramil Batipuh segera datang ke lokasi untuk menenangkan massa,” sebut Apriadi.
Apriadi juga menyampaikan, menjelang Maghrib tadi (kemarin-red), Kapolres Tanah Datar dan Dandim 0307 Tanah Datar telah datang ke lokasi dan membahas permasalahan tersebut dengan pihak-pihak yang terkait. ”Mudah-mudahan ada solusi dari permasalahan ini,” harapnya.
Terpisah, Walinagari Padanglaweh Malalo Akhyari Dt. Talarangan ketika dihubungi wartawan mengakui telah dilakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan tersebut, termasuk juga dari Kapolres, Dandim dan Ninik Mamak di kedua belah pihak.
Disampaikannya, pada Selasa tanggal 6 Oktober 2020 lalu, Ketua KAN Padanglaweh Malalo, Walinagari/Sekretaris Nagari Padanglaweh Malalo, empat orang wali jorong, ketua tim tapal batas dan ulayat, ketua pemuda mendatangi Kantor BPN Tanah Datar.
“Kami atas nama pemerintahan nagari Padang Laweh Malalo protes atas sertifikat tersebut. Apakah BPN tidak melihat di lokasi saat pengukuran. Lahan di Jorong Rumbai itu sudah kami kelola sejak turun temurun, sejak ratusan tahun,” kata Akhyari menjelaskan awal permasalahan tersebut.
Akhyari menyatakan pemerintahan nagari bersama Kerapatan Adat Nagari (KAN) Padang Laweh Malalo sudah mengirimkan surat penolakan ke BPN Tanah Datar dengan tembusan ke Polres Padangpanjang, Bupati Tanah Datar, Camat Batipuh Selatan, Wali Nagari Sumpur dan Polsek Batipuh Selatan.
Munculnya sertifikat tertanggal 13 Januari 2020 tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat sebab lokasi lahan itu sehari-hari adalah lahan pertanian berupa persawahan dan parak (kebun).
Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) B Datuk Lelo Marajo mengatakan, lokasi yang disertifikatkan tersebut adalah tanah pusako tinggi dan berada di wilayah Nagari Padang Laweh Malalo.
Dt Lelo Marajo menyatakan, BPN tidak bisa hanya berdasarkan hitam putih di kertas menentukan syarat pembuatan sertifikat. “Unsur historis, asal usul masyarakat hendaknya tidak dilupakan apalagi di ranah Minang,” katanya.
Ketua Tim Tapal Batas Malalo Tigo Jurai, Indrawan mengatakan, pihaknya menduga sertifikat keluar melalui proses yang tidak sesuai fakta lokasi. Sebab setelah sertifikat dibuat langsung dibeli oleh warga Jakarta yang diduga sebagai investor.
“Apa dasarnya sehingga tanah ulayat Malalo diklaim. Apa BPN tidak melihat dimana objek tanah yang akan diterbitkan sertifikatnya,” katanya.
Lebih lanjutnya, BPN tidak punya wewenang menentukan tapal batas administratif tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan negeri tetangga.
Indrawan mengaku mendengar kabar, di lokasi sawah dan parak yang masih digarap itu akan dibangun kawasan wisata.
Menyikapi hal tersebut Indra, meminta pemerintah daerah bertindak untuk mengatasi persoalan itu. “Kami juga meminta para pejabat dan aparat di Tanahdatar ini bersikap netral,” kata indra.
Indrawan mengatakan, jika hal ini didiamkan, akan menjadi preseden buruk bagi Tanahdatar yang menjunjung tinggi adat istiadat termasuk ulayat. Selain itu, tanah ulayat yang muncul sertifikat itu merupakan milik hampir semua suku dan kaum di Malalo sehingga hal ini memicu keresahan di tengah masyarakat.
Aksi protes tersebut mengakibatkan belasan motor harus menjadi korban ulah massa yang nekat membakarnya. Sementara itu, Wali Nagari Sumpur Ade Hendrico,ST Dt.Saripado Ketek ketika dicoba menghubungi tentang peristiwa terkait permasalahan tapal batas tersebut, tidak bisa dihubungi.
Sementara itu, Kapolsek Batipuah Selatan, Iptu Jhon Hendri membenarkan terjadinya aksi protes warga dengan melakukan pembakaran belasan sepeda motor. Kemarahan warga terjadi atas terbitnya sertifikat di tanah ulat Nagari Malalo. Menyikapi persoalan tersebut Polres Padangpanjang, telah menurunkan personel untuk mengamankan situasi. “ Selain personel Polres, Polsek Batset, Personel Brimob dan TNI juga terlibat dalam mengamankan masa. Hingga kini kita masih melakukan mediasi kedua belah pihak,” ujarnya.
Selain sejumlah motor yang dibakar, massa yang terlibat dalam protes tersebut juga melakukan pengrusakan rumah warga.” Personel kita turunkan untuk meredam aksi warga. Mediasi masih dilakukan sebelum semuanya kembali kondusif, “ ujar Jhon Hendri. (rmd)